BAB III
A. Latar
Belakang
Dalam istilah yang sederhana, penganalisaan
adalah proses perumusan apa yang akan dipelajari; perancangan adalah proses
penjabaran bagaimana caranya hal tersebut akan dipelajari; pengembangan adalah
proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pembelajaran;
pelaksanaan adalah pemanfaatan bahan dan strategi yang bersangkutan, dan
penilaian adalah proses penentuan ketepatan pembelajaran
Teknologi Pembelajaran membicarakan
tentang teori dan praktek dalam lima domain penting, yang di kenal dengan
kawasan teknologi pembelajaran. Lima kawasan ini menjadi bidang garap bagi
teknologi pembelajaran. Kawasan tersebut meliputi:
a.
Kawasan
desain membidangi bagaimana secara teori maupun praktek suatu proses dan sumber
belajar didesain.
b.
Kawasan
pengembangan membidangi bagaimana secara teori dan praktek suatu proses dan
sumber belajar dikembangkan.
c.
Kawasan
pemanfaatan membidangi bagaimana secara teori dan praktek suatu
proses dan sumber belajar
dimanfaatkan untuk kepentingan belajar.
d.
Kawasan
Pengelolaan merupakan kesatuan integral dalam teknologi pembelajaran dan dalam
peranan yang dimainkan oleh teknolog pembelajaran.
e.
Kawasan
Penilaian tumbuh seiring dengan perkembangan penelitian dan
metodologi
Sumber belajar merupakan segala
sesuatu yang dirancang maupun tidak yang dapat digunakan sebagai sumber untuk
memperoleh pengetahuan. Dan media merupakan alat yang digunakan untuk membantu
memahami makna dari materi yang dipelajari (selain guru).
B.
Kawasan Teknologi Pendidikan
Ada lima domain atau bidang garapan
teknologi pembelajaran atau teknologi instruksional berlandaskan definisi AECT 1994, yaitu desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian. Kelima hal ini merupakan
kawasan (domain) dari bidang teknologi pembelajaran. Hubungan antar kawasan
yang saling melengkapi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
1.
Kawasan Desain
2.
Kawasan Pengembangan
3.
Kawasan
Pemanfaatan
4.
Kawasan
Pengelolaan
5. Kawasan Penilaian
- Kawasan Desain
Dalam hal
tertentu, kawasan desain mempunyai asal-usul dari gerakan psikologi
pembelajaran. Beberapa faktor pemicunya adalah:
1. Artikel tahun 1954 dari B.F. Skinner
“The Science of Learning and theArt of Teaching”
disertai teorinya tentang pembelajaran
berprogram;
2. Buku tahun 1969 dari Herbert Simon
“The Science of ial” yang membahas karakteristik umum dari pengetahuan
prespektif tentang desain;
3. Pendirian pusat-pusat desain bahan
pelajaran dan terprogram, seperti “Learning Resouce and opment Center” di
Universitas Pittsburgh pada tahun 1960an. kurun waktu tahun 1960an dan 1970an
Robert Glaser, direktur dari pusat tersebut, menulis dan berbicara tentang
desain pembelajaran sebagai inti dari teknologi pendidikan (Glaser, 1976).
Banyak
landasan psikologi pembelajaran dari kawasan desain berkembang dari asosiasi
dengan Pittsburgh ini. Hal ini bukan hanya karena Pittsburg pakan tempat
tinggal Simon, Glaser dan Pusat Pengembangan, tetapi juga karena makalah
Skinner yang berpengaruh tersebut di atas dipresentasikan pertama kali di
Pittsburgh sebelum kemudian dipublikasikan pada tahun tersebut (Spencer, 1988).
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro. seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul. Definisi ini sesuai dengan definisi desain sekarang yang mengacu pada penentuan spesifikasi (Ellington dan Harris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986).
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi belajar. Tujuan desain ialah untuk menciptakan strategi dan produk pada tingkat makro. seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti pelajaran dan modul. Definisi ini sesuai dengan definisi desain sekarang yang mengacu pada penentuan spesifikasi (Ellington dan Harris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey, 1986).
Berbeda
dengan definisi terdahulu definisi ini lebih menekankan pada kondisi belajar
bukarinya pada komponen-komponen dalam suatu sistem pembelajaran (Wellington,
etal.1970). Jadi, ruang lingkup desain pembelajaran telah diperluas dan sumber
belajar atau komponen individual sistem ke pertimbangan maupun lingkungan yang
sistemik. Tessmer (1990) telah mehganalisis faktor-faktor,
pertanyaan-pertanyaan serta alat-alat yang digunakan untuk mendesain
lingkungan.
Kawasan
desain paling tidak meliputi empat cakupan utama dari teori dan praktek.
Cakupan ini dapat diidentifikasi karena masuk dalam lingkup pengembangan
penelitian dan teori.
Kawasan
desain meliputi:
1. desain sistem pembelajaran;
2. desain pesan;
3. strategi pembelajaran
4. karakteristik pebelajar.
Definisi dan
deskripsi dari masing-masing daerah liputan tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Desain
Sistem Pembelajaran.
Desain Sistem Pembelajaran (DSI) adalah
prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan,
perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaianan pembelajaran. Kata
“desain” mempunyaipengertian tingkat makro maupun mikro karena merujuk
padapendekatan sistem maupun langkah-langkah dalam pendekatan sistem. Setiap
langkah dalam proses mempunyai landasan teori dan praktek sendiri seperti
halnya pada semua proses DSI.
Dalam istilah yang sederhana, penganalisaan
adalah proses perumusan apa yang akan dipelajari; perancangan adalah proses
penjabaran bagaimana caranya hal tersebut akan dipelajari; pengembangan adalah
proses penulisan dan pembuatan atau produksi bahan-bahan pembelajaran;
pelaksanaan adalah pemanfaatan bahan dan strategi yang bersangkutan, dan
penilaian adalah proses penentuan ketepatan pembelajaran. DSI biasanya
merupakan suatu prosedur linier dan interaktif yang menuntut kecermatan dan
kemantapan. Karakteristik dari proses ini yalah bahwa semua langkah harus
tuntas agar dapat berfungsi sebagai alat untuk saling mengontrol. Dalam DSI,
proses sama pentingnya dengan produk sebab kepercayaan atas produk berlandaskan
pada proses.
2.
Desain
Pesan.
Desain pesan meliputi “perencanaan untuk
merekayasa bentuk fisik dari pesan” (Grabowski, 1991 : 206). Hal tersebut
mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi dan daya serap yang mengatur
penjabaran bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara pengirim dan
penerima. Fleming and Levie (1993) membatasi pesan pada pola-pola isyarat atau
simbol yang memodifikasi perilaku kognitif. afektif dan psikomotor. Desain
pesan berurusan dengan tingkat paling mikro melalui unit-unit kecil seperti
bahan visual, urutan, halaman dan layar secara terpisah. Karakteristik lain
dari desain pesan ialah bahwa desain harus bersifat spesifik baik terhadap
medianya maupun tugas belajarnya. Hal ini mengandung arti bahwa prinsip-prinsip
desain pesan akan berbeda tergantung pada apakah medianya bersifat statis,
dinamis atau kombinasi dari keduanya (misalnva, suatu potret, film, atau grafik
komputer). Juga apakah tugas tersebut meliputi pembentukan konsep atau sikap,
pengembangan keterampilan atau strategi belajar, atau hafalan (Fleming, 1987;
Fleming dan Levie, 1993).
3.
Strategi
Pembelajaran.
Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi
untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran
dalam suatu pelajaran. Penelitian dalam Strategi Pembelajaran telah memberikan
kontribusi terhadap pengetahuan tentang komponen pembelajaran. Seorang desainer
menggunakan teori atau komponen strategi pembelajaran sebagai prinsip
pembelajaran. Secara khas, strategi pembelajaran berinteraksi dengan situasi
belajar. Situasi-situasi belajar ini sering dinyatakan dalam model-model
pembelajaran. Model pembelajaran maupun strategi pembelajaran yang diperlukan
untuk mengaplikasikannya berbeda-beda tergantung pada situasi belajar, sifat
materi dan jenis belajar yang diinginkan (Joyce dan Weil, 1972; Merrill,
Tennyson, dan Posey, 1992; Reigeluth, 1978a). Teori tentang strategi pembelajaran
meliputi situasi belajar, seperti belajar induktif, serta komponen dari proses
belajar/mengajar, seperti motivasi dan elaborasi (Reigeluth, 1978b).
4.
Karakteristik
Peserta didik.
Karakteristik
peserta didik adalah aspek latar belakang pengalaman peserta didik yang
berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya (seels & Richey, 2000:
35).Karakteristik peserta didik mecakup keaaan social-psiko-fisik peserta
didik.Secara psikologis,yang perlu mendapat perhatian dari karakteristik
peserta didik yaitu yang berkaitan dengan kemampuannya (ability), baik yang
bersifat potensial maupun kecakapan nyata kepribadiannya
seperti,sikap,emosi,motivasi,serta aspek-aspek kepribadian lainnya.
Analisis karakteristik peserta didik merupakan
suatu pendekatan psikologis dalam rangka menggambarkan keadaan peserta
didik.Karakteristik yang dimiliki dapat berupa usia, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, tingkat pengalaman yang relevan, persepsi, kebutuhan yang dirasakan
,dan berbagai kemungkinan yang terkait dengan peserta didik.
Analisis karakteristik peserta didik merupakan
titik awal dalam mempreskripsikan strategi pembelajaran.Bila tidak,maka
teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dikembangkan sama sekali
tidak akn ada gunanya bagi pelaksanaan pembelajaran( Dedeq, 1991).oleh karena
itu, karakteristik peserta didik sebagai suatu variable yang paling berpengaruh
dalam pengembangan strategi pembelajaran (Reigeluth, 1983).
- Kawasan Pengembangan
Pengembangan adalah proses penterjemahan
spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Kawasan pengembangan mencakup
banyak variasi teknologi yang
digunakan dalam pembelajaran. Walaupun demikian, tidak berarti
lepas dari teori dan praktek yang berhubungan dengan belajar dan desain. Tidak
pula kawasan tersebut berfungsi bebas dari penilaian, pengelolaan atau
pemanfaatan. Melainkan timbul karena dorongan teori dan desain dan harus
tanggap terhadap tuntutan penilaian formatif dan praktek. Pemanfaatan serta
kebutuhan pengelolaan. Begitu pula, kawasan pengembangan tidak hanya terdiri
dari perangkat keras pembelajaran, melainkan juga mencakup perangkat lunaknya,
bahan-bahan visual dan audio, serta program atau paket yang merupakan paduan
berbagai bagian.
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya:
Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan dengan adanya:
a) Pesan yang didorong oleh isi;
b) Strategi pembelajaran yang didorong oleh teori;
c) Manifestasi ilsik dari teknologi –
perangkat keras, perangkat lunak dan bahan pembelajaran.
Ciri yang terakhir ini, yaitu teknologi. merupakan tenaga
penggerak dari kawasan pengembangan. Berangkat dari asumsi ini, kita dapat
merumuskan dan menjelaskan berbagai jenis media pembelajaran dan
karakteristiknya. Akan tetapi, janganlah proses ini diartikan hanya sebagai
suatu pengkategorisasian. Sebaliknya, sebagai elaborasi dari karakteristik
prinsip-prinsip teori dan desain yang dimanfaatkan oleh teknologi.
Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori:
Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan dalam empat kategori:
a. teknologi cetak (yang menyediakan
landasan untuk katego-ri yang lain),
b. teknologi audiovisual,
c. teknologi berbasis komputer, dan
d. teknologi terpadu.
Karena kawasan pengembangan mencakup fungsi-fungsi desain,
produksi, dan penyampaian, maka suatu bahan dapat didesain dengan menggunakan
satu jenis teknologi, diproduksi dengan menggunakan yang lain, dan disampaikan
dengan menggunakan yang lain lagi.
Deskripsi
masing-masing cakupan dari kawasan pengembangan sebagai berikut:
1. Teknologi Cetak.
Teknologi cetak adalah cara untuk
memproduksi atau menyampaikan bahan. seperti buku-buku dan bahan-bahan visual
yang statis. terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis.
Subkategori ini mencakup representasi dan produksi teks, grafis. dan
fotografis. Bahan cetak dan bahan visual menggunakan teknologi yang paling
dasar dan membekas. Teknologi menjadi dasar untuk pengembangan dan pemanfataan
dari kebanyakan bahan pembelajaran lain. Hasil dari teknologi ini berupa
cetakan. Teks dalam penampilan komputer adalah suatu contoh penggunaan
teknologi komputer untuk produksi. Apabila teks tersebut tak dalam bentuk
“cetakan” guna keperluan pembelajaran, ini merupakan contoh penyampaian dalam
bentuk teknologi cetak.
Dua komponen teknologi ini adalah bahan
teks verbal dan bahan visual. Pengembangan kedua jenis bahan pembelajaran
tersebut sangat bergantung pada teori persepsi visual, teori membaca,
pengolahan informasi oleh manusia, dan teori belajar. Bahan pembelajaran yang
tertua dan masih lazim, terdapat dalam bentuk buku teks dimana impresi sensoris
menggambarkan realita melalui ungkapan wahana linguistik dan bahan visual
cetak. Efektivitas relatif dari berbagai derajat kenyataan yang berbeda
ditiinjukkan oleh sejumlah teori yang saling bertentangan (Dwyer, 1972; 1978).
Dalam bentuknya yang paling murni, media visual dapat membawakan pesan yang
lengkap, akan tetapi pada kenyataannya tidaklah selalu demikan yang terjadi
dalam kebanyakan proses pembelajaran. Sering, kombinasi informasi berupa teks
dan visual perlu diberikan. Cara bagaimana informasi cetak dan visual
diorganisasikan dapat sangat membantu terjadinya jenis belajar yang diinginkan.
Pada tingkat yang paling dasar. buku teks yang sederhana dapat menyajikan
informasi yang diorganisasikan secara berurutan, dan dengan sangat mudah dapat
dilacak secara acak. Teknologi cetak yang lain seperti pembelajaran terprogram,
dikembangkan berdasarkan ketentuan teoritis dan strategi pembelajaran yang
lain.
Secara
khusus teknologi cetak/visual mempunyai karakteristik seperti berikut:
1. teks dibaca secara linier, sedangkan
visual direkam menurut ruang;
2. keduanya biasanya
memberikan komunikasi satu arah yang pasif (hanya menerima);
3. keduanya berbentuk visual yang
statis;
4. pengembangannya sangat tergantung kepada
prinsip-prinsip linguistik dan persepsi visual;
5. keduanya berpusat pada Pembelajaran;
6. informasi dapat diorganisasikan dan
distrukturkan kembali oleh pemakai.
2. Teknologi Audiovisual.
Teknologi audiovisual merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan
dengan menggunakan peralatan mekanis dan elektronis untuk menyajikan
pesan-pesan audio dan visual. Pembelajaran audiovisual dapat dikenal dengan
mudah karena menggunakan perangkat keras di dalam proses pengajaran. Peralatan
audiovisual memungkinkan pemroyeksian gambar hidup, pemutaran kembali suara,
dan penayangan visual yang berukuran besar. Pembelajaran audiovisual
didefinisikan sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang menyangkut
pembelajaran melalui penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak
selalu harus tergantung kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis.
Secara khusus, teknologi audiovisual memproyeksikan bahan, seperti gambar
hidup, pemutaran kembali suara, dan penayangan visual yang berukuran besar
Pembelajaran audiovisual didefinisikan
sebagai produksi dan pemanfaatan bahan yang menyangkut pembelajaran melalui
penglihatan dan pendengaran yang secara eksklusif tidak selalu harus tergantung
kepada pemahaman kata-kata dan simbol-simbol sejenis. Secara khusus, teknologi
audiovisual memproyeksikan bahan, seperti 11m, film bingkai dan transparansi.
Akan tetapi, televisi merupakan suatu teknologi yang unik, karena dapat
menjembatani teknologi audiovisual ke teknologi komputer dan teknologi terpadu.
Video, manakala diproduksi dan disimpan sebagai pita video, jelas nerupakan
audiovisual karena sifatnya yang linier dan biasanya dimaksudkan untuk
memberikan presentasi secara ekspositori darpada iccara interaktif.
Apabila informasi video direkam dalam cakram video (videodisc),
maka informasi tersebut dapat diakses secara acak dan lebih menampilkan
sifat-sifat teknologi komputer dan terpadu, yaitu tidak linier, dapat diakses
secara acak dan dikendalikan oleh pebelajar. Secara khusus.
Teknologi audiovisual cenderung mempunyai karakteristik
sebagai berikut:
a) bersifal linier;
b) menampilkan visual yang dinamis;
c) secara khas digunakan menurut cara
yang sebelumnya telah ditentukan oleh desainer/pengembang;
d) cenderung merupakan bentuk
representasi fisik dari gagasan yang nil dan abstrak;
e) dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip psikologi tingkah laku dan kognitif; dan
f) sering berpusat pada guru, kurang
memperhatikan interak-tivitas belajar Pebelajaran.
3. Teknologi Berbasis Komputer.
Teknologi berbasis komputer nerupakan
cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan belajar dengan menggunakan
perangkat yang bersumber pada mikroprrosesor. Teknologi berbasis komputer
dibedakan dari teknologi lain carena menyimpan informasi secara elektronis
dalam bentuk digital, bukannya sebagai bahan cetak atau visual. Pada dasamva,
teknologi berbasis komputer menampilkan informasi kepada pebelajar melalui
tayangan di layar monitor Berbagai jenis aplikasi komputer biasanya
lisebut “computer-based instruction
(CBIJ, computer-assisted instruction (CAI)” atau
“computer-managed instruction (CMI)”.
Aplikasi-aplikasi ini hampir seluruhnya dikembangkan
berdasarkan teori perilaku dan pembelajarah terprogram, akan tetapi sekarang
lebili banyak berlandaskan pada teori kognitif. (Jonassen, 1988). Jelasnya, ke
empat bentuk aplikasi tersebut dapat bersifat tutorial, di mana pembelajaran
utama diberikan; latihan dan perulangan, untuk membantu Pebelajar mengembangkan
kefasihan dalam bahan yang telah dipelajari sebelumnya; permainan dan simulasi,
untuk member! kesempatan menggunakan pengetahuan yang baru dipelajari; dan
sumber data yang memungkinkan pebelajar untuk mengakses sendiri susunan data
yang banyak menggunakan tata-cara pengaksesan (protocol) data yang ditentukan
secara ekstemal.
Teknologi komputer,
baik yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak, biasanya memiliki
karakteristik seperti berikut ini:
a) digunakan secara
acak atau tidak benirutan,di samping secara linier
b) dapat digunakan sesuai dehgan
keingjnan Pebelajar, maupun menurut cara yang dirancang oleh
desainer/pengembang
c) gagasan-gagasan biasanya diungkapkan
secara abstrak dengan menggunakan kata, simbol maupun grafis;
d) prinsip-prinsip
ilmu kognitif diterapkan selama pengembangan;
belajar dapat berpusat pada pebelajar dengan tingkat interaktivitas yang tinggi
belajar dapat berpusat pada pebelajar dengan tingkat interaktivitas yang tinggi
e) Belajar dapat berpusat pada peserta
didik dengan tingkat interaktivitas tinggi.
4. Teknologi Terpadu.
Teknologi terpadu atau multimedia merupakan cara untuk
memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis media yang
dikendalikan komputer. Banyak orang percaya bahwa teknik yang paling rumit
untuk pembelajaran melibatkan perpaduan beberapa jenis media di bawah kendali
sebuah komputer. Komponen perangkat keras dari sistem yang terpadu ini dapat
terdiri dari komputer berkemampuan sangat tinggi dengan memori besar yang dapat
mengakses secara acak, sebuah “internal hard drive”, dan sebuah monitor wama
beresolusi tinggi. Peralatan periferal (pelengkap luar) komputer mencakup: alat
pemutar video, alat penayangan tambahan, perangkat keras jaringan (networking),
serta sistem audio. Perangkat lunak dari teknologi terpadu ini dapat berupa disket
video, “compact disk”, program jaringan, serta informasi digital.
Kesemuanya ini dapai dkendalikan dalam suatu program belajar
hipermedia yang dijalankan dengan menggunakan sistem thoring’ seperti
“HyperCard” atau “Toolbook?’. Keistimewaan yang ditampilkan oleh teknologi ini
adanya interaktivitas pebelajar yang tinggi dengan berbagai macam sumber
belajar.
Pembelajaran dengan teknologi
terpadu ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a) dapat digunakan secara acak atau
tidak berurutan, di samping secara linier
b) dapat digunakan sesuai dengan
keinginan Pebelajar, di samping menurut cara seperti yang dirancang oleh
pengembangnya
c) gagasan-gagasan sering disajikan
secara realistik dalam konteks pengalaman Pebelajar, relevan dengan kondisi
Pebelajar, dan di bawah kendali Pebelajar
d) prinsip-prinsip ilmu kognitif dan
‘konstruktivisme’ diterapkan dalam pengeinbangan dan pemanfaatan bahan
pembelajaran
e) belajar dipusatkan dan
diorganisasikan menurut pengetahuan kognitif sehingga pengetahuan terbentuk
pada saat digunakan
f) bahan belajar menunjukkan
interaktivitas pebelajar yang tinggi
g) sifat bahan yang mengintegrasikan
kata-kata dan tamsil dari banyak sumber media.
3.
Kawasan
Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas
menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Mereka yang terlibat dalam
pemanfaatan mempunyai tanggung-jawab untuk mencocokkan pebelajar dengan bahan
dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pebelajar agar dapat berinteraksi
dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan,
memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pebelajar, serta memasukkannya ke
dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan.
Fungsi pemanfaatan penting karena membicarakan kaitan pebelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Jelas fungsi ini sangat kritis karena penggunaan oleh pebelajar merupakan satu-satunya raison d’etre dari bahan pembelajaran. Mengapa kita harus bersusah-payah dengan pengadaan dan pembuatan bahan apabila tidak akan digunakan
Fungsi pemanfaatan penting karena membicarakan kaitan pebelajar dengan bahan atau sistem pembelajaran. Jelas fungsi ini sangat kritis karena penggunaan oleh pebelajar merupakan satu-satunya raison d’etre dari bahan pembelajaran. Mengapa kita harus bersusah-payah dengan pengadaan dan pembuatan bahan apabila tidak akan digunakan
Kawasan pemanfaatan ini mempunyai jangkauan
aktivitas dan strategi mengajar yang luas.
Dengan demikian pemanfaatan menuntut
adanya penggunaan, deseminasi. difusi, implementasi, dan pelembagaan yang
sistematis. Hal tersebut dihambat oleh kebijakan dan peraturan. Fungsi pemanfaatan
penting karena fungsi ini memperjelas hubungan pebelajar dengan bahan dan
sistem pembelajaran.
Kempat kategori dalam kawasan pemanfaatan
ialah :
(1) pemanfaatan media,
(2) difusi inovasi,
(3) implementasi dan institusionalisasi
(pelembagaan),
(4) serta kebijakan dan regulasi.
a)
Pemanfaatan Media.
Pemanfaatan media ialah penggunaan
yang sistematis dari sumber untuk belajar. Proses pemanfaatan media merupakan
proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesiflkasi desain pembelajaran.
Misalnya, bagaimana suatu film diperkenalkan atau “ditindak lanjuti” dan
dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip
pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pebelajar. Seseorang yang
belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat
menarik keuntungan dari praktek atau sumber belajar.
b)
Difusi Inovasi.
Difusi inovasi adalah proses
berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi.
Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Tahap pertama
dalam proses ini ialah membangkitkan kesadaran melalui desiminasi informasi.
Proses tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran. minat, pencobaan dan
adopsi. Menurut Rogers (1983) langkah-langkah difusi tersebut adalah
pengetahuaii, persuasi atau bujukan, keputusan, implementasi, dan konfirmasi.
Secara khas, proses tersebut mengikuti model proses komimikasi yang menggunakan
alur multi-langkah termasuk komunikasi yang menggunakan “gatekeepers” atau
penjaga lalu-lintas informasi. misalnya: sekretaris, perantara. dan “opinion
leaders” atau tokoh panutan.
c)
Implementasi dan Pelembagaan.
Implementasi yalah penggunaan bahan dan
strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan).
Sedangkan pelembagaan ialah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi
pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi. Keduanya tergantung
pada perubahan individu maupun organisasi. Akan tetapi. tujuan dari
implementasi ialah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam
organisasi. Sedang tujuan dari pelembagaan ialah untuk mengintegrasikan inovasi
dalam struktur dan kehidupan organisasi. Kegagalan yang silam dari projek
Teknologi Pembelajaran seperti komputer dan televisi pembelajaran di sekolah.
menekankan pentingnya perencanaan baik untuk perubahan individu maupun untuk
perubahan organisasi (Cuban, 1986).
d)
Kebijakan dan Regulasi.
Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan
tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi difusi atau
penyebaran dan penggunaan Teknologi Pembelajaran. Kebijakan dan peraturan
biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Keduanya timbul sebagai
akibat dari tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam maupun
luar. Dampak pengaruh tersebut lebih pada praktek dan pada teori. Bidang
Teknologi Pembelajaran telah ikut berjasa dalam penentuan kebijakan tentang
televisi pembelajaran dan televisi masyarakat. hukum hak cipta, standar
peralatan dan program serta pembentukan unit administrasi yang mendukung
Teknologi Pembelajaran.
- Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan
meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui perencanaan,
pengorganisasian, pengokordinasian dan supervise.Konsep pengelolaan merupakan
bagian integral dalam bidang teknologi Pembelajaran dan dari peran kebanyakan
para teknolog pembelajaran. Secara perorangan tiap ahli dalam bidang ini
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan pengelolaan dalam berbagai latar.
seorang teknolog pembelajaran mungkin terlibat dalam usaha pengelolaan projek
pengembangan pembelajaran atau pengelolaan pusat media sekolah. Tujuan yang
sesungguhnya dari pengelolaan kasus demi kasus dapat sangat bervariasi, namun
keterampilan pengelolaan yang mendasarinya relatif tetap sama apapun kasusnya.
Kawasan pengelolaan semula berasal
dari administrasi pusat media, program media dan pelayanan media Pembauran
perpustakaan dengan program media membuahkan pusat dan ahli perpustakaan media
sekolah. Program-program media sekolah ini menggabungkan bahan cetak dan
non-cetak sehingga timbul peningkatan penggunaan sumber-sumber teknologikal
dalam kurikulum. Pada tahun 1976 Chisholm dan Ely menulis buku Media Personnel
in Education: A Competency Approach yang menekankan bahwa administrasi program
media memegang peran sentral dalam khasanah teknologi pembelajaran. Definisi
AECT tahun 1977 membagi fungsi pengelolaan dalam pengelolaan organisasi dan pengelolaan
personil, seperti halnya yang dilakukan oleh para administrator dari program
dan pusat media.
Pengelolaan meliputi pengendalian
Teknologi Pembelajaran ilalui perencanaan. pengorganisasian. pengkoordinasian
dan supervisi. Pengelolaan biasanya merupakan hasil dari penerapan atu sistem
nilai. Kerumitan dalam mengelola berbagai macam sumber, personil, usaha desain
maupun pengembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah
sekolah atau bagian kantor yang kecil menjadi kegiatan pembelajaran berskala
nasional atau menjadi perusahaan multi-nasional dengan skala global. terlepas
dari besamya program atau proyek Teknologi Pembelajaran yang ditangani. salah
satu kunci keberhasilan yang esensial adalah pengelolaan. Perubahan jarang terjadi
hanya pada tingkat pembelajaran yang mikro. Untuk menjamin keberhasilan dari
tiap intervensi mbelajaran, proses perubahan perilaku kognitif maupun afektif
harus terjadi bersamaan dengan perubahan pada tingkat makro. Para anager
program dan projek Teknologi Pembelajaran yang mencari mber tentang cara
bagaimana merencanakan dan mengelola berbagai model perubahan pada tingkat
makro, pada umumnya akan mengalami kekecewaan. (Greer, 1992; Hannum dan Hansen,
1989; smiszowski, 1981 ).
Secara
singkat. ada empat kategori dalam kawasan pengelolaan :
(1) pengelolaan proyek,
(2) pengelolaan sumber,
(3) pengelolaan sistem penyampaian,
(4) pengelolaan informasi.
Di dalam setiap subkategori tersebut ada seperangkat tugas
yang sama yang harus lakukan. Organisasi harus dimantapkan, personil harus
diangkat dan supervisi. dana harus direncanakan dan dipertanggungjawabkan, dan
fasilitas harus dikembangkan serta dipelihara.
1. Pengelolaan Proyek.
Pengelolaan proyek meliputi perencanaan,
monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan. Menurut Rotliwell
dan Kazanas (1992), pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional,
yaitu organisasi garis & staf (line and staff management).
Perbedaan itu disebabkan karena staf proyek mungkin baru,
yaitu anggota tim untuk jangka pendek: pengelola proyek biasanya tidak
mempunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka yang
sementara, dan pengelola proyek memiliki kendali dan fieksibilitas yang
lebih’luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan.
penjadwalan dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis projek
yang lain. Mereka harus melakukan negosiasi. menyusun anggaran, membentuk
sistem pemantauan informasi, serta menilai kemajuan. Peran pengelolaan projek
biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman projek dan memberi saran
perubahan ke dalam.
2. Pengelolaan Sumber.
Pengelolaan sumber mencakup perencanaan,
pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber: Pengelolaan
sumber sangat penting artinya karena mengatur pengendalian akses. Pengertian
sumber dapat mencakup personil, keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas, dan
sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah
dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivtias
biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik
penting dari pengelolaan sumber.
3. Pengelolaan Sistem Penyampaian.
Pengelolaan sistem penyampaian meliputi perencanaan,
pemantauan, pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran
diorganisasikan … Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara
penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada
pebelajar” (Ellington dan Harris, 1986 : 47). Contoh pengelolaan seperti itu
terdapat pada proyek belajar jarak jauh di National Technological University
dan Nova University. Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada
permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan
teknis lerhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan
permasalahan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktor atau pelatih.
Dari sekian banyak parameter ini keputusan harus diambil berdasarkan pada kesesuaian
karakteristik teknologi dengan tujuan pembelajaran. Keputusan tentang
pengelolaan sistem penyampaian ini sering tergantung pada sistem pengelolaan
sumber.
4. Pengelolaan Informasi.
Pengelolaan informasi meliputi perencanaan.
pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau
pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar.
Cukup banyak tumpang-tindih terjadi antara penyimpanan, pengiriman/pemindahan
dan pemrosesan karena fungsi yang satu sering diperlukan untuk melakukan fungsi
yang lain. Teknologi yang dijelaskan pada kawasan pengembangan merupakan metoda
penyimpanan dan penyampaian.
Penyiaran atau transfer informasi sering terjadi melalui teknologi
terpadu. “Pemrosesan adalah pengubahan beberapa aspek informasi [melalui
program komputer] … agar lebih sesuai dengan tujuan tertentu” (Lindenmayer,
1988, hal. 317). Pengelolaan informasi penting untuk memberikan akses dan
keakraban pemakai. Pentingnya pengelolaan informasi terletak pada potensinya
untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran
Pertumbuhan ilmu maupun industri pengetahuan di luar yang saat ini dapat
diakomodasikan menunjukkan bahwa hal ini merupakan bidang yang sangat penting bagi
Teknologi Pembelajaran di masa datang. Pengelolaan system
penyimpanan informasi untuk tujuan
pembelajaran tetap akan terupakan komponen penting dari
bidang Teknologi Pembelajaran.
- Kawasan Penilaian
Penilaian ialah proses penentuan memadai
tidaknya pembelajaran dan belajar. Penilaian mulai dengan analisis masalah. Ini
merupakan langkah awal yang penting dalam pengembangan dan penilaian
pembelajaran karena tujuan dan hambatan dijelaskan pada langkah ini.
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian projek dan penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting untuk perancang pembelajaran, seperti halnya penilaian fonnatif dan penilaian sumatif. Menurut Worthen dan Sanders (1987):
Penilaian merupakan penenluan nilai dari suatu barang. Dalam pendidikan, hal itu berarti penentuan secara formal mengenai kualitas. efektivitas atau nilai dari suatu program, produk, proyek, proses, tujuan, atau kurikulum. Penilaian menggunakan metoda inkuiri dan pertimbangan, termasuk :
Dalam kawasan penilaian dibedakan pengertian antara penilaian program, penilaian projek dan penilaian produk. Masing-masing merupakan jenis penilaian penting untuk perancang pembelajaran, seperti halnya penilaian fonnatif dan penilaian sumatif. Menurut Worthen dan Sanders (1987):
Penilaian merupakan penenluan nilai dari suatu barang. Dalam pendidikan, hal itu berarti penentuan secara formal mengenai kualitas. efektivitas atau nilai dari suatu program, produk, proyek, proses, tujuan, atau kurikulum. Penilaian menggunakan metoda inkuiri dan pertimbangan, termasuk :
(1) penentuan standar
untuk mempertimbangkan kualitas dan menentukan apakah
standar tersebut harus bersifat relatif atau absolut;
(2) pengumpulan informasi;
(3) menerapkan
penggunaan standar untuk menentukan kualitas.
Seperti terlihat pada konsep dasar dari kata ‘penilaian’, kunci konsep tersebut terletak pada penentuan ‘nilai’. Bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara teiiti, akurat, dan sistematis merupakan urusan bersama antara evaluator dan klien.
Seperti terlihat pada konsep dasar dari kata ‘penilaian’, kunci konsep tersebut terletak pada penentuan ‘nilai’. Bahwa kegiatan tersebut dilakukan secara teiiti, akurat, dan sistematis merupakan urusan bersama antara evaluator dan klien.
Suatu cara yang penting untuk
membedakan penilaian ialah dengan mengklasifikasikannya menurut obyek yang
sedang dinilai. Pembedaan yang lazim ialah menurut program, proyek, dan produk
bahan. Suatu komisi “The Joint Committee on Standards for Educational Evaluation”
(Komisi Gabungan Standar Penilaian Pendidikan) pada tahun 1981 memberikan
definisi untuk masing-masingjenis penilaian ini sebagai berikut:
1. Penilaian program evaluasi yang
menaksir kegialan pendidikan yang memberikan pelayanan secara berkesinambungan dan
sering terlibat dalam pern usunan kurikulum. Sebagai conloh misalnya penilaian
untuk program membaca dalam suaru wilayah persekolahan, program pendidikan
khusus dari pemerintah daerah, atau suatu program pendidikan berkelanjutan dari
suatu universitas.
2. Penilaian proyek – evaluasi untuk
menaksir kegiatan yang dibiayai secara khusus guna melnkukan suaru rugas
tertentu dalam suatu kurun waklu. Sebagai conloh, suatu lokakarya liga hari
mengenai lujuan perilaku, atau suatu proyek demontrasi pendidikan karir yang
lamanya tiga tahuan. Kunci perbedaan antara program dan proyek ialah bahwa
program diharapkan berlangsung dalam waktu yang tidak terbatas, sedangkan
proyek biasanya diharapkan berjangka pendek. Proyek yang dilembagakan dr.lam
kenyataannya menjadi program.
3. Penilaian bahan (produk
pembelajaran) – evaluasi yang menaksir kebaikan atau manfaat isi yang
menyangkut benda-benda fisik, termasuk buku, pedoman kiirikulum, film, pita
rekaman, dan produk pembelajaran lainnya yang dapat dipegang.
Dalam
kawasan penilaian terdapat empat subkawasan :
(1) analisis masalah,
(2) pengukuran acuan-patokan,
(3) penilaian fomiatif dan penilaian sumatif.
Masing-masing
subkawasan ini akan dibahas berikut ini:
1.
Analisis
Masalah.
Analisis masalah mencakup cara penen-tuan sifat dan
parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan
pengambilan keputusan. Telah lama para evaluator yang piawai berargumentasi
bahwa penilaian yang seksama mulai saat program tersebut dirumuskan dan
direncanakan. Bagai-manapun baiknya anjuran orang, program yang diarahkan pada
tujuan yang tidak/kurang dapat diterima akan dinilai gagal memenuhi kebutuhan.
Jadi, kegiatan penilaian meliputi identifikasi kebutuhan.
penentuan sejauh mana masalahnya dapat diklasifikasikan sebagai pembelajaran,
identifikasi hambatan, sumber dan karakteristik pebelajar, serta penentuan
tujuan dan prioritas (Seels and Glasgow, 1990). Kebutuhan telah dirumuskan
sebagai “jurang antara ‘apa yang ada’ dan ‘apa yang seharusnya ada dalam
pengertian hasil” (Kaufman, 1972). Sedangkan penilaian kebutuhan adalah suatu
studi yang sistematis mengenai kebutuhan ini. Di sini perlu ada pembedaan yang
tegas. Analisis kebutuhan diadakan bukannya untuk melaksanakan penilaian yang
lebih dapat dipertahankan saat proyek berjalan, melainkan untuk perencanaan
program yang lebih memadai.
2.
Pengukuran
Acuan-patokan (PAP)
Pengukuran acuan-patokan meliputi
teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar menguasai materi yang telah
ditentukan sebelumnya. Pengukuran acuan-patokan, yang sering berupa tes, juga
dapat disebut acuan-isi, acuan-tuiuan, atau acuan-kawasan. Sebab, kriteria
tentang cukup tidakma hasil belajar ditentukan oleh seberapa jauh pebelajar
telah mencapai tujuan. PAP memberikan informasi tentang penguasaan seseorang
mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan yang berkaitan dengan tujuan.
Keberhasilan dalam tes acuan-patokan berarti dapat melaksanakan kemarnpuan
tertentu. Biasanya ditentukan skor minimal, dan mereka yang dapat mencapai atau
melampaui skor tersebut dinyatakan lulus tes.
Balas jumlah pengikut tes yang dapat
lulus atau dapat mengerjakan tes dengan baik tidak ada, karena PAP tidak
membandingkan antara pengikut tes.
Pengukuran
acuan-patokan memberitahukan pada para siswa seberapa jauh mereka dapat
mencapai standar yang ditentukan. Soal-soal acuan-patokan digunakan pada
seluruh proses pembelajaran untuk mengukur apakah prasyarat-prasyarat telah
dikuasai. Pengukuran acuan patokan dapat dipakai untuk menentukan apakah
tujuan utama telah dicapai (Seels dan Glasgow, 1990). Para desainer kurikulum
dan pendidik lainnya tertarik pada pengukuran acuan-patokan ini sebelum Mager
menjelaskan tujuan perilaku (Tyler, 1990). Kontributor pertama terhadap
aplikasi pengukuran acuan-patokan dalam Teknologi Pembelajaran berasal dari
gerakan pembelajaran terprogram termasuk James Popham dan Eva Baker (Baker,
1972; Popham, 1973). Kontributor berikutnya yalah Sharon Shrock dan William
Coscarelli (Shrock dan Coscarelli, 1989).
3. Penilaian Formatif dan
Sumatif.
Penilaian formatif berkaitan dengan
pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi ini sebagai
dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan
pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk pengambilan keputusan dalam hal
pemanfaatan.
Penekanan baik untuk penilaian formatif pada tahap-tahap awal dari pengembangan produk, maupun penilaian sumatif setelah kegiatan pembelajaran merupakan perhatian utama dari para teknolog pembelajaran. Perbedaan kedua jenis penilaian ini patama kali dikemukakan oleh Scriven(1967); meskipun Cambre telah menelusuri kegiatan-kegiatan sejenis ini sampat tahun 1920an dan 1930an dalam pengembangan pembdajaran mdalui film dan radio (Cambre, yang dikutip dalam Flagg, 1990).
Menurut Michael Scriven (1967): Penilaian formatif dilaksanakan pada vvaktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang, dsb.). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Slake “Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebul formatif; apabila para tamu mencicipi sup tersebut. bal tersebut sumatif (h. 56).
Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai clan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan (sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas. lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif Hendakn\a jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai basil, bukannya proses — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif .
Penekanan baik untuk penilaian formatif pada tahap-tahap awal dari pengembangan produk, maupun penilaian sumatif setelah kegiatan pembelajaran merupakan perhatian utama dari para teknolog pembelajaran. Perbedaan kedua jenis penilaian ini patama kali dikemukakan oleh Scriven(1967); meskipun Cambre telah menelusuri kegiatan-kegiatan sejenis ini sampat tahun 1920an dan 1930an dalam pengembangan pembdajaran mdalui film dan radio (Cambre, yang dikutip dalam Flagg, 1990).
Menurut Michael Scriven (1967): Penilaian formatif dilaksanakan pada vvaktu pengembangan atau perbaikan program atau produk (atau orang, dsb.). Penilaian ini dilaksanakan untuk keperluan staf dalam lembaga program dan biasanya tetap bersifat intern; akan tetapi penilaian ini dapat dilaksanakan oleh evaluator dalam atau luar atau (lebih baik lagi) kombinasi. Perbedaan antara formatif dan sumatif telah dirangkum dengan baik dalam sebuah kiasan dari Bob Slake “Apabila juru masak mencicipi sup, hal tersebul formatif; apabila para tamu mencicipi sup tersebut. bal tersebut sumatif (h. 56).
Penilaian sumatif dilaksanakan setelah selesai clan bagi kepentingan pihak luar atau para pengambil keputusan (sebagai contoh: lembaga penyandang dana, atau calon pengguna, walaupun hal tersebut dapat dilaksanakan baik oleh evaluator dalam atau dalam untuk gabungan. Untuk alasan kredibiltas. lebih baik evaluator luar dilibatkan daripada sekedar merupakan penilaian formatif Hendakn\a jangan dikacaukan dengan penilaian hasil (outcome) yang sekedar menilai basil, bukannya proses — hal tersebut dapat berupa baik formatif maupun sumatif .
Dalam pengembangan produk, penggunaan
penilaian formatif dan sumatif khususnya penting pada berbagai
tahap. Pada tahap-tahap awal pengembangan (tes tahap alpha), banyak macam
perubahan dapat terjadi, dan (usaha) penilaian formatif dapat mempunyai jangkauan
yang luas. Saat produk dikembangkan lebih lanjut, balikan jadi lebih khusus
(tes beta), dan rentang alternatif penibalian yang iapat diterima jadi lebih
terbatas. Hal ini merupakan dua buah contoh penilaian formatif. Ketika akhimya produk dilempar ke pasaran dan
dinilai oleh pihak luar, yang bertindak memberikan “laporan konsumen”, tujuan
penilaian jelas sumatif yaitu membantu pembeli memilih suatu produk secara
bijak. Pada taliap ini. tanpa penibalian otal atas produk yang bersangkutan,
revisi tidak mungkin dapat diadakan. Jadi, dalam pengembangan suatu produk,
penggunaan peni-aian formatif dan sumatif bervariasi sesuai dengan tahap
perkem-:angannya dan bahwa rentang saran yang dapat diterima dalam suatu kurun
waktu menjadi semakin terbatas.
Metoda yang digunakan dalam penilaian fonnatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial. uji-coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Keseimbangan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif perlu mendapat perhatian yang cukup dalam penilaian formatif maupun sumatif. Pengukuran kuantitatif lazim berhubungan dengan angka-angka dan biasanya bekerja menurut gagasan pengukuran obyektif. Pengukuran kualitatif lebih menekankan pada aspek-aspek subyektif dan bersifat pengkajian proyek. Hasil pengukuran kualitatif biasanya dilaporkan dalam bentuk uraian verbal.
Metoda yang digunakan dalam penilaian fonnatif berbeda dengan penilaian sumatif. Penilaian formatif mengandalkan pada kajian teknis dan tutorial. uji-coba dalam kelompok kecil atau kelompok besar. Metoda pengumpulan data sering bersifat informal, seperti observasi, wawancara, dan tes ringkas. Sebaliknya, penilaian sumatif memerlukan prosedur dan metoda pengumpulan data yang lebih formal. Penilaian sumatif sering menggunakan studi kelompok komparatif dalam desain kuasi eksperimental.
Keseimbangan antara pengukuran kuantitatif dan kualitatif perlu mendapat perhatian yang cukup dalam penilaian formatif maupun sumatif. Pengukuran kuantitatif lazim berhubungan dengan angka-angka dan biasanya bekerja menurut gagasan pengukuran obyektif. Pengukuran kualitatif lebih menekankan pada aspek-aspek subyektif dan bersifat pengkajian proyek. Hasil pengukuran kualitatif biasanya dilaporkan dalam bentuk uraian verbal.
C.
Beda Sumber Belajar Dan Media
1.
Sumber Belajar
Apa sumber belajar itu? Sumber belajar
(learning resources) adalah semua sumber baik berupa data, orang dan wujud
tertentu yang dapat digunakan oleh peserta didik dalam belajar, baik secara
terpisah maupun secara terkombinasi sehingga mempermudah peserta didik dalam
mencapai tujuan belajar atau mencapai kompetensi tertentu.
Sumber belajar memiliki fungsi :
Sumber belajar memiliki fungsi :
a. Meningkatkan produktivitas
pembelajaran dengan jalan: (a) mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk
menggunakan waktu secara lebih baik dan (b) mengurangi beban guru dalam
menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan
gairah.
b. Memberikan kemungkinan pembelajaran
yang sifatnya lebih individual, dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang
kaku dan tradisional; dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang
sesuai dengan kemampuannnya.
c. Memberikan dasar yang lebih ilmiah
terhadap pembelajaran dengan cara: (a) perancangan program pembelajaran yang
lebih sistematis; dan (b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh
penelitian.
d. Lebih memantapkan pembelajaran,
dengan jalan: (a) meningkatkan kemampuan sumber belajar; (b) penyajian
informasi dan bahan secara lebih kongkrit.
e. Memungkinkan belajar secara
seketika, yaitu: (a) mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat
verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan
pengetahuan yang sifatnya langsung.
f. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih
luas, dengan menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
b. Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu:
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber belajar yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal.
b. Sumber belajar yang dimanfaatkan(learning resources by utilization), yaitu sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat berbentuk: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng, hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio, televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor, alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik: disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan, percakapan biasa, diskusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6) lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun, pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
2.
Media Pendidikan
Pengertian media pembelajaran adalah
alat perantara untuk pemahaman makna materi yang disampaikan guru baik berupa
media cetak atau elektronik dan sebagai alat untuk memperlancar penerapan
komponen-komponen sistem pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat bertahan
lama, menyenangkan dan efektif.
Perberdaaan
antara media dan sumber belajar dari pengertian diatas adalah:
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dirancang maupun tidak yang dapat digunakan sebagai sumber untuk memperoleh pengetahuan.
Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dirancang maupun tidak yang dapat digunakan sebagai sumber untuk memperoleh pengetahuan.
Sedangkan media merupakan alat yang
digunakan untuk membantu memahami makna dari materi yang dipelajari (selain
guru).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar