BAB
II
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
DAN HUBUNGANNYA DENGAN ILMU-ILMU YANG RELEVAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi pembelajaran merupakan salah satu
bidang garapan yang tidak digarap oleh bidang lain. Penggarapan ditopang oleh
sejumlah teori, model, konsep, dari bidang dan disiplin lain.. Teknologi
pembelajaran merupakan disiplin ilmu yang tidak bisa berdiri sendiri, seperti
yang telah diungkapkan, teknologi pembelajaran saling mendukung dengan disiplin
ilmu yang lain.
Usaha untuk merumuskan definisi
teknologi pendidikan secara terorganisasikan dimulai pada tahun 1960-an
tepatnya 1963. Sampai pada tahun 2004 definisi teknologi pendidkan telah
berkembang sebanyak enam kali. Pengembangan definisi yang pertama dilakukan oleh the Technology Development Project dari The
National Education Association yaitu: “Komunikasi audio-visual”. Definisi kedua oleh CIT (Commision on
Instructional Technology) pada tahun 1970 mengacu kepada Pendekatan Sistem dan
Pengembangan Instruksional. pada tahun 1972 AECT mengeluarkan definisi baru
yang ke tiga, yaitu: Teknologi
Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar
pada manusia melalui usaha sistematik dalam identifikasi, pengembangan,
pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan
pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut. Defenisi ke empat pada tahun 1975 AECT membentuk Komisi Definisi dan
Terminologi yang dipimpin oleh Dr. Kenneth H. Silber dengan anggota sebanyak 26
orang. Definisi ke lima adalah
sebagai berikut: Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam desain,
pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan
sumber untuk belajar. Kemudian definisi ke enam diterbitkan oleh AECT pada
tahun 2004
B. Sejarah
Teknologi Pendidikan dan Perkembangannya
1.
Sejarah Perkembangan Teknologi
Pendidikan di Dunia
Pada
awalnya sebagai suatu disiplin ilmu, teknologi pendidikan berkembang di Amerika
Serikat sebagai bidang kajian. Meskipun demikian beberapa penulis Amerika
Serikat pendahulu atau nenek moyang (forefathers) Teknologi Pendidikan
kebanyakan berasal dari Amerika Serikat.
Jika
kita berpegangan konsep teknologi sebagai cara, maka awal perkembangan
teknologi pendidikan dapat dikatakan telah ada sejak awal peradaban, di mana
orang tua mendidik anaknya dengan memberikan pengalaman langsung serta
memanfaatkan lingkungan.
Saettler berpendapat bahwa sumber tumbuhnya
Teknologi Pendidikan dapat ditelusuri sampai kaum sufi dengan cara menjajakan
pengetahuannya. Bahkan menurutnya cara dialog yang dilakukan oleh Socrates sampai sekarang masih
digunakan sebagai metode pemecahan masalah (problem-solving method). Secara
eksplisit bahwa Komensky merupakan pionir teknologi pendidikan dengan pendapat
perlunya visualisasi dalam pengajaran yang tertuang dalam bukunya Orbis
Sensalium Pictus. Sama halnya dengan Rousseau,
Pestalozzi, Froebel yang menekankan perlunya rangsangan indra untuk
meningkatkan efektivitas belajar. Dan prosedur pengajaran yang dikemukakan oleh
Herbart dapat dikatakan sebagai awal
yang kita kenal sekarang ini sebagai desain pembelajaran. Intinya para pemuka
pendidikan memberikan kontribusi lahirnya suatu teknologi pendidikan.
Gerakan
pengkajian dan pengembangan teknologi pendidikan dimotori oleh James D. Finn (1915—1969), seorang guru
besar tetap dalam pendidikan di University of Southern California (USC). Beliau
dianggap sebagai “Bapak” teknologi pendidikan. Karya-karya terpilihnya dihimpun
oleh Ronald J. Mc Beath dalam buku Extending Educational Through Technology
suatu referensi klasik yang diterbitkan oleh AECT pada tahun 1972.
Menurut
Finn tahun 1920-an adalah awal
perkembangan teknologi pendidikan. Istilah dan definisi formal pertama yang
berhubungan dengan teknologi pendidikan adalah “pengajaran visual”. Dengan
pengertian kegiatan mengajar dengan menggunakan alat bantu visual yang terdiri
dari gambar, model, objek, atau alat-alat yang dipakai untuk menyajikan
pengalaman konkret.
Tujuannya
adalah :
a) Memperkenalkan, menyusun, memperkaya
atau memperjelas konsep yang abstrak,
b) Mengembangkan sikap yang diinginkan,
c) Mendorong timbulnya kegiatan siswa
lebih lanjut.
Kemudian
timbulnya rekaman suara dan film bersuara, aliran visual ini diperluas dengan
menambahkan suara sehingga berkembang menjadi pengajaran audio visual.
Penuangan konsep paling nyata tedapat dalam Cone of Experience (kerucut
pengalaman) oleh Edgar Dale pada
tahun 1954. Aliran ini menekankan bahwa bahan audio visual perlu diintregasikan
ke dalam kurikulum.
Pada
akhir Perang Dunia II mulai timbul suatu kecenderungan baru dalam bidang
audiovisual ke arah dua kerangka konseptual baru dalam bidang audio visual,
yaitu teori komunikasi dan konsep sistem awal. Perhatian tidak lagi dipusatkan
kepada benda-benda tetapi kepada seluruh proses komunikasi informasi mulai dari
sumber (guru atau bahan ajar) sampai ke penerima atau sasaran (pembelajar).
Usaha
untuk merumuskan definisi teknologi pendidikan secara terorganisasikan dimulai
pada tahun 1960-an tepatnya 1963. Sampai pada tahun 2004 definisi teknologi
pendidkan telah berkembang sebanyak enam kali.
Pengembangan
definisi yang pertama dilakukan oleh the Technology Development Project dari
The National Education Association dengan ketua tim Prof. Dr. Donald P. Elly pada tahun 1963 yaitu: “Komunikasi
audio-visual adalah cabang dari teori dan praktik pendidikan khususnya yang
berkepentingan dengan rancangan dan pemanfaatan pesan yang mengendalikan proses
belajar”. Kegiatan ini meliputi
perencanaan, produksi, seleksi, pengelolaan dan pemanfaatan komponen-komponen
sistem dan seluruh sistem pembelajaran. Tujuan praktisnya, yaitu efisiensi
pemanfaatan tiap metode dan media komunikasi untuk membantu pengembangan
potensi pembelajar secara maksimal.
Definisi
kedua oleh CIT (Commision on Instructional Technology) pada tahun 1970 mengacu
kepada Pendekatan Sistem dan Pengembangan Instruksional.
Definisi Teknologi Instuksional yang dirumuskan adalah:
Teknologi
Pembelajaran merupakan usaha sistematik dalam merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi keseluruhan proses belajar dan mengajar dalam rangka mencapai
tujuan khusus komunikasi dan belajar pada manusia, dan menggunakan kombinasi
sumber manusia dan non-manusia agar pembelajaran dapat berlangsung lebih
efektif.
Definisi
ke dua belum dianggap lengkap sehingga pada tahun 1972 AECT mengeluarkan
definisi baru yang ke tiga, yaitu:
Teknologi
Pendidikan adalah suatu bidang yang berkepentingan dengan memfasilitasi belajar
pada manusia melalui usaha sistematik dalam identifikasi, pengembangan,
pengorganisasian dan pemanfaatan berbagai macam sumber belajar serta dengan
pengelolaan atas keseluruhan proses tersebut.
Pada
tahun 1975 AECT membentuk Komisi Definisi dan Terminologi yang dipimpin oleh Dr. Kenneth H. Silber dengan anggota
sebanyak 26 orang. Definisi ke empat ini diterbitkan yaitu:
Teknologi pendidikan adalah proses kompleks yang
terintegrasi meliputi orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk
menganalisa masalah, mencari jalan pemecahan, melaksanakan, mengevaluasi, dan
mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua aspek belajar pada manusia.
Pemecahan masalah terjelma dalam bentuk sumber belajar yang dirancang, dipilih
dan/atau digunakan untuk keperluan belajar, dan yang terdiri dari pesan, orang,
bahan, peralatan, teknik, dan latar (lingkungan). Proses analisa masalah
merupakan fungsi pengembangan pendidikan dalam bentuk riset/teori, desain,
produksi, evaluasi-seleksi, logistic, pemanfaatan, dan penyebarluasan. Proses
pengarahan dan koordinasi merupakan fungsi pengelolaan pendidikan yang meliputi
pengelolaan organisasi dan personel.
Pada
tahun 1990 AECT kembali membentuk Komisi Definisi dan Terminologi yang dipimpin
oleh Barbara B. Seels. Laporannya
ditulis akhir oleh Barbara Seels dan Rita C. Richey dalam buku Instructional
Technology: The Definition and Domains of the Field tahun 1994. Definisi ke
lima adalah sebagai berikut:
Teknologi
Pembelajaran adalah teori dan praktik dalam desain, pengembangan, pemanfaatan,
pengelolaan, serta evaluasi tentang proses dan sumber untuk belajar.
Kemudian
definisi ke enam diterbitkan oleh AECT pada tahun 2004 yaitu:
Studi
dan praktik yang berlandaskan etika dalam menfasilitasi belajar dan
meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengelolaan berbagai
proses dan sumber teknologi yang tepat.
Komponen dalam definisi adalah:
a) Teori dan praktik
b) Kawasan desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian
c) Proses dan sumber
d) Untuk keperluan belajar
2.
Sejarah Perkembangan Teknologi
Pendidikan di Indonesia
Perkembangan
Teknologi Pendidikan di Indonesia dapat dikatakan mengikuti perkembangan di
Amerika Serikat. Perkembangan dimulai dengan digunakannya media atau alat
peraga untuk menunjang kegiatan pengajaran. Bedanya di Amerika Serikat dengan
Demokrasi Liberal memungkinkan tumbuhnya pemikiran dan tindakan oleh
masyarakat, sedangkan di Indonesia mengharuskan restu dari pemerintah untuk
mengembangkan pemikiran dan kegiatan pada saat Demokrasi Terpimpin.
Pada tahun 1951 diselenggarakan “School Broadcasting”
sebagai suatu usaha rintisan meliputi Jakarta, Bandung, Bogor, dan Cirebon.
Pada waktu itu dibenntuk panitia penyelenggara school broadcasting yang
diketuai oleh Sadarjoen Siswomartojo.
Pada
tahun 1955 didirikan BKTPG (Balai Kursus Tertulis Pendidikan Guru) di Bandung.
Program ini ditujukan kepada guru SD guna menyongsong program perluasan
kesempatan belajar yang lebih berkualitas. Sekarang ini menjadi Pusat
Pendembangan Penataran Guru Tertulis. Pada saat yang hampir bersamaan telah
didirikan TAC (Teaching Aid Center) atau Balai Alat Peraga Pendidikan di
Bandung dengan cabangnya di Malang.
Lembaga ini bertugas mengkoordinasikan
ketersediaan alat peraga pengajaran untuk sekolah-sekolah.
Pada
REPELITA 1 sebenarnya suatu kebijakan berskala nasional sudah ditetapkan
“…digunakan media massa: radio dan televise untuk peningkatan mutu sekolah
dasar…” (RI, 1970:361). Pada tahun 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan kebijakan untuk mengembangkan sistem siaran pendidikan secara
bertahap. Dimulai di tiga daerah kemudian dikembangkan ke 11 provinsi setelah
dinilai berhasil.
Tahun
1974 Presiden Suharti sebenarnya telah mencanangkan penggunaan satelit
komunikasi domestik untuk penyebaran pendidikan tetapi tidak mendapat tanggapan
konkret. Pada tahun 1973 dalam rangka kerja sama dengan INNOTECH mulai diuji
coba suatu sistem yang disebut SD PAMONG (pendidikan anak oleh masyarakat orang
tua dan guru). Sistem ini mengembangkan bahan belajar berupa modul cetakan.
Rapat
koordinasi teras Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menggariskan kebijakan
pengembangan teknologi pendidikan dan kebudayaan pada tahun 1975 sebagai
berikut:
a) Kegiatan harus bertolak dari
kebijakan pendidikan yang sudah ada
b) Rencana kegiatan dikembangkan dari
hasil analisa kebutuhan
c) Diprioritaskan program pemerataan
mutu pendidikan
d) Dalam mengadakan pembaruan di
sekolah harus dimulai dari titik pengkal strategis yaitu guru
e) Media yang dikembangkan dan
digunakan harus telah terbukti efektif
f) Dibentuknya unti kerja yang akan
menangani dan memanfaatkan teknologi komunikasi untuk pendidikan dan kebudayaan
g) Pengembangan tenaga melalui latihan
dalam berbagai aspek teknologi pendidikan
h) Pengembangan program teknologi
pendidikan pada perguruan tinggi
Pendidikan keahlian teknologi pendidikan dimulai pada tahun
1976 pada jenjang S1 dan tahun 1978 pada jenjang S2 dan S3. Mayoritas dosen
yang mengajar didatangkan dari AS melalui bantuan teknis dari USAID. Kurikulum
dan tenaga dosennya dikoordinasikan oleh Syracuse University dalam suatu
konsorsium UCIDT (University Consortium of Instructional Developoment and
Technology). Di Indonesia diawali dengan adanya alat peraga yang digunakan oleh
guru-guru yang diharapkan maksimal. Teknologi pendidikan tidak hanya sebatas
media tetapi juga berupa strategi yang diperlukan agar siswa belajar aktif.
Perkembangan terminologi telah menjadi bagian integral dalam
sistem teknologi pendidikan. Istilah “pembelajaran” yang berfokus pada
pemelajar (learner centered)untuk menggantikan istilah “pengajaran” yang
teacher centered mulai diperkenalkan tahun 1973, telah dipakai secara meluas
bahakan telah diakomodasikan dan bahkan dikuatkan dalam perundangan (UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003). Sistem dan strategi pembelajaran yang hakikatnya
merupakan penerapan konsep universal dalam konteks Indonesia juga telah
berkembang.
Beberapa bentuk sistem dan strategi pembelajaran di
antaranya:
a) Sistem SMP Terbukan dan Universitas
Terbuka yang telah berkembang dan merupakan bagian integral sistem pendidikan
nasional.
b) Berkembangnya strategi belajar dan
pembelajaran yang inovativ seperti belajar berbasis masalah, berbasis aneka
sumber, pembelajaran elaboratif, pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
computer, pembelajaran melalui televisi, dll.
Adapun
perkembangan Teknologi Pendidikan muncul sebagai bidang studi dan kategori jabatan baru pada tahun 1960, tetapi sebelum
itu banyak peristiwa sejarah yang menjadi dasar dari sebuah pondasi teknologi
pendidikan secara keseluruhan.
Seperti sejarah
perkembangan Teknologi Pendidikan disini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai
sejarah perkembangan tersebut, menyangkut perkembangan Teknologi Pendidikan,
terdapat beberapa pendapat mengenai hal tersebut, mereka membaginya ke dalama
beberapa priode, di antaranya :
a. Periode 1932 – 1959
Brown (1984) membahas penjelasan yang
dikemukakan Seattler sekitar perkembangan teknologi instruksional. Seattler
mengemukakan bahwa teknologi instruksional memiliki dua landasan filosofis dan
teoritis yang sangat berbeda, yaitu; physical science dan yang kedua behavior
sicence.
Seattler menjelaskan
bahwa konsep ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional biasanya
berarti penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa, seperti
projektor, tape recorder, televisi dan teaching mekanik untuk menyajikan
sekolompok materi instruksional, cirinya adalah bahwa konsep ini memandang
berbagai media sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecenderungan untuk lebih
memperhatikan alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan individual
siswa atau materi pelajaran.
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material (audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup).
b. Periode
1960 – 1969.
Beberapa kejadian memberikan masukan terhadap
pergeseran teoritis secara besar besaran berkenaan dengan teknologi
intruksional pada akhir tahun 1950 dan awal 1960an, terutama peritiwa
peluncuran sputnik pada tahun 1957 yang mencengangkan dunia. Akibat dari itu,
terutama di Amerika, sekolah dikritik karena kegagalannya mengajarkan science
dan matematika dalam kapaitas yang cukup. Karena itu tekanan lebih di alamatkan
kepada teknologi instruksional, akibatnya terdapat dua konstruk teoritis muncul
secar bersamaan yang mempengaruhi lapangan teknologi instruksional.
Pertama yaitu pengaruh yang kuat dari aliran behaviorisme
terhadap semua pendekatan belajar dan yang kedua adalah pendekatan sistem
sistem yang datang dari teknik mesin dan teknologi. Gerakan yang berbeda ini
akhirnya melahirkan dan saling melengkapi yang disebut dengan Pengajaran
Terprogram. Gerakan kaum behavioris melahirkan pegembangan tujuan behavioral,
karena diperlukan perumusan tingkah laju lebih lanjut dalam merancang sebuah
proses pembelajaran.
c.
Periode 1970 – 1983.
Mendekati
akhir tahun 1970, muncul kembali pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Banyak
ahli psikologi yang mengsulkan hal tersebut, salah satunya Wittrock. Menurutnya
penekatan kognitif berimplikasi bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan
lebih produktif bila dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni
suatu proses kognitif berperantara dari pada sebagai produk langsung dari
lingkungan , orang atau faktor eksternal lainnya.
d.
Periode 1983 – muthakir.
Pada
masa ini berlangsung kekacau balauan akibat pertentangan dari landasan teoritik
teknologi instruksional. Perbedaan pendapat ini terutama dialamatkan kepada
para perintis audio Visual. Seperti Salomon, yang menganggap audio visual itu
sebagai agen informasi dan bukan sebagai stimulus yang langsung untuk respon
tertentu. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa media tidak lebih dari
kendaraan yang mengankut para ahli ke konfrensi pemecahan masalah dan memberi
sumbangan terhadap pemahaman para ahli tentang masalah tersebut.
- Di pandang dari beberapa metode
Lebih lanjut dari itu sejarah perkembangan Teknologi Pendidikan tidak hanya terbatas pada hal tersebut saja, kita tidak bisa begitu saja melepaskan kaitannya dengan sejarah perkembangan Teknologi Pengajaran. Beberapa para ahli menyebutnya demikian dan mereka menjelaskan perkembangan teknologi pembelajaran ke dalam beberapa masa sejarah, diantaranya :
a. Metode Kaum Sofi.
Perkembangan
dari berbagai metoda pengajaran merupakan tanda lahirnya teknologi pengajaran
yang dikenal saat ini. Beberapa pendidik pada masa lampau, yaitu golongan Sofi
di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi merupakan kaum
teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran dengan
berbagai cara dan teknik . Mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran yang
telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan
yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar
itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan
dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor.
Pandangan
ajaran kaum Sofi didasarkan atas;
1.
Bahwa manusia itu berkembang secara
evolusi. Seorang dapat berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada
peradaban yang lebih tinggi. Melalui teknologilah permbelajaran dapat diarahkan
secara efektif.
2.
Bahwa proses evaluasi itu berlagsung
terus, terutama aspek-aspek moral dan hukum.
3.
Sejarah dipandang sebagai gerak
perkembangan yang bersifat evousi berkelanjutan.
4.
Demokrasi dan persamaan sebagai sikap
masyarakat merupakan kaidah umum.
5.
Bahwa asas teori pengetahuan bersifat
progresif, pragmatis, empiris dan behavioristik.
6.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak
mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan
gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium.
b.
Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih
ke dalam bentuk berfilsafat, metode yang dipakai disebut dengan Maieutik atau
menguraikan, yang sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri. Pelaksanaanya
berlangsung dengan cara take and give of conversation. Dengan cara memberikan
pertanyaan yang mengarah kepada suatu masalah tertentu. Pada dasarnya Socrates
mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
c.
Metode
Abelard.
Metode Abelard ini
berlangsung pada masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai
bertujuan untuk membentuk kelompok pro dan kontra terhadap suatu materi. Guru
tidak memberikan jawaban final tetapi siswalah yang akan menyimpulkan jawaban
itu sendiri. Metoda ini biasa disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau setuju atau
tidak.
d.
Metoda
Lancaster.
Metoda Lancerter ini dalam bentuk
sistem Monitoring yang merupakan bentuk pengajaran yang unik, meliputi
pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya yang
meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi kelas
khusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media pengajaran dan
pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lancaster, pemakaian media
pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa
menulis.
e.
Metoda
Pestalozi.
Pengamatan pada alam merupakan
landasan utama dari proses daktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya
pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian, selanjutnya pengertian yang
baru itu menimbulkan pengertian yang selanjutnya pengertian tersebut bergabung
dengan yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapat dikatakan bahwa
perintisan ke arah pendayagunaan perangkat keras atau hardware sebenarnya telah
dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang
terbagi dalam kotak-kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang
secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga
menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajri angka, bentuk,
posisi dan warna desain.
f.
Metoda
Froebel.
Metode Froebel didasarkan kepada
metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya mengatakan bahwa pendidkan
masa kanak kanak merupakan hal paling penting untuk keseluruhan kehidupnnya.
Karena itulah Froebel mendirikan Kindergarten atau yang lebih dikenal dengan
Taman Kanak – kanak.
Metoda pengajaran
Kindergasten dari Froebel meliputi kegiatan berikut:
a. Bermain
dan bernyanyi
b. Membentuk
dengan melakukan kegiatan.
c. Grift
dan Occupation.
g.
Metode
Friedrich Herbart
Praktek pendidikan Herbert terlihat
adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral sebagai tujuan
utama pendidikan. Metoda instruksionalnya didasarkan kepada ilmu jiwa yang
sistematis. Dengan demikian siswa secara pikologis dibentuk oleh gagasan yang
datang dari luar.
D.
Ilmu-Ilmu Yang Relevan Dengan
Teknologi Pendidikan
Menurut Morgan ada tiga disiplin
ilmu yang menunjang TP, yaitu :
1.
Ilmu prilaku (behavioral sciences)
2.
Ilmu komunikasi
3.
Ilmu Manajemen
Lumsdaine
: Landasan pokok TP adalah ilmu prilaku, khususnya teori belajar dan ditunjang
oleh :
1.
Ilmu komunikasi
2.
Cybernetics
3.
Teori persepsi
4.
Teori ekonomi
Teori Belajar Behavioristik
•
Teori Koneksionisme , Throndike
•
Hubungan stimulus – Respon (S_R)
•
Hukum Kesiapan (Readiness)
•
Exercises (Latihan)
•
Effect (Dampak)
Donald
P. Ely membedakan atas 2 kelompok , yaitu :
1.
Basic contributing
field,
yaitu :
a.
Psikologi
b.
Komunikasi
c.
Evaluasi
d.
Manajemen
2.
Related contributing
areas,
yaitu :
a.
Psikologi kognitif
b.
Psikologi persepsi
c.
Media
d.
Tujuan
e.
Sistem
f.
Penilaian kebutuhan
g.
Pengembangan instruksional
Trow
dan Haddan mengemukakan bahwa landasan TP adalah dari aliran psikologi, seperti
:
1.
Asosiasi
2.
Psikoanalisis
3.
Gestalt
4.
Behavioristik
Jerome
S.Brunner (pemuka psikologi belajar kognitif) mengemukakan bahwa belajar
meliputi tiga proses yang hampir simultan, yaitu :
1.
Diperolehnya informasi baru
2.
Transformasi pengetahuan
3.
Pengkajian atas ketepatan atau
kelengkapan pengetahuan
4.
Menurut M. Gagne (pemuka psikologi
behavioristik) bahwa : Belajar pada hakekatnya adalah perubahan kemampuan dan
disposisi manusia yang dapat dipertahankan, bukan semata-mata proses
pertumbuhan
5.
Disposisi = kecendrungan bertindak
menurut suatu cara tertentu
Hasil belajar menurut Gagne adalah
berbentuk :
1.
Informasi verbal
2.
Keterampilan intelektual
3.
Strategi kognitif
4.
Sikap
5.
Keterampilan motorik
Prasyarat agar
terjadi peristiwa belajar adalah :
1.
Perhatian yang terarah
2.
Motivasi
3.
Kematangan (state of developmental
readiness)
i like yuor bloger.
BalasHapussangat bagus dan sangat membantu