Salamaik datang di blog awak
SEMOGA APA YANG ADA DI DALAM BLOG INI BERMANFAATTERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG INI

Kamis, 26 Desember 2013

Pengaruh Penerapan Tegnologi Pendidikan



BAB V
PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A.      Latar Belakang
      Adapun cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan menyusun struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal dan struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu. Strategi pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk satuan-satuan pelajaran.  Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang dicantumkan.
      Metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam proses belajar, pembelajaran memiliki dua unsur penting yakni siswa dan guru. Guru memiliki peranan penting dalam menerapkan metode pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.   Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah.
      Aplikasi pembelajaran membawa dampak pada siapa yang memutuaskan isi yang diajarkan; pemilihan isi serta tingkat standardisasinya; kuantitas dan kualitas sumber yang disediakan; siapa yang merancang sumber belajar dan bagaimana caranya, serta siapa dan bagaimana memproduksinya sumber belajar itu; siapa dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran; siapa dan bagaimana berinteraksi dengan si-belajar; siapa dan bagaimana menilai perbuatan si-belajar.



B.     Organisasi Kurikulum
1.                  Pengertian Kurikulum
Tentu telah kita pahami bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat diperlukan dalam dunia persekolahan. Tanpa adanya sebuah kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak akan terarah dan dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Guru akan kesulitan menjabarkan urutan dan cakupan materi pembelajaran yang ditempuhnya, proses pembelajaran yang diselenggarakan, alat/media yang digunakan, penilaian yang perlu dilakukan, dsb.   Salah satu hal yang penting kurikulum adalah organisasi kurikulum itu sendiri.
Organisasi kurikulum adalah  struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid (Nurgiyantoro, 1988:111). Menurut Nasution (1982:135), organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk bahan pelajaran yang disusun dan disampaikan kepada murid-murid. Struktur program dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/ mata pelajaran diorganisasikan/ disusun dalam pola-pola tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah.  Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.  Ketika Kita ditanya, ”Apa saja yang Kita pelajari semasa di SMP?”, jawaban Kita umumnya akan mengacu pada nama-nama mata pelajaran yang diajarkan. Kemudian, bila pertanyaan dilanjutkan dengan “Bagaimana kaitan antar-materi pelajaran yang Kita pelajari?”, Kita pun bisa jadi akan menjawab, “Wah, kadang-kadang tumpang tindih. Ada materi yang sudah dipelajari pada mata pelajaran yang satu, dibahas pula pada mata pelajaran yang lain.” Saudara, ilustrasi tersebut menggambarkan di antaranya bagaimana sebuah kurikulum diorganisasikan. Namun demikian, kita menyadari bahwa cara mengorganisasikan kurikulum itu bermacam-macam. Tidak satu cara. Masing-masing cara memiliki kekuatan dan kelemahan.  Sebagai guru atau pendidik, Kita pun berperan sebagai pengembang kurikulum yang perlu memahami dengan baik bagaimana kurikulum diorganisasikan. Oleh karena itu, pada makalah ini kita akan mempelajari seluk-beluk perngorganisasian kurikulum. Dengan mempelajari unit ini, Kita diharapkan dapat:
1.     menjelaskan konsep dasar organisasi kurikulum.
2.     menjelaskan bentuk struktur program horizontal.
3.     menjelaskan struktur program vertical.
4.     menganalisis struktur program kurikulum yang digunakan sekolah.          
                 Organisasi kurikulum, yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran di susun dan di sampaikan kepada murid – murid, merupakan suatu dasar yang sekali dalam pembinaan kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak tercapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara menyajikannya kepada murid – murid. Karena kurikulum merupakan rencana untuk keperluan pelajaran anak, maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam organisasi tertentu agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Organisasi kurikulum dimaksudkan untuk memudahkan anak belajar. Organisasi atau disain kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
                 Telah kita bicarakan bahwa sumber bahan pelajaran untuk kurikulum ialah: pengetahuan, masyarakat dan anak. Kurikulum bermacam bentuknya. Yang paling terkenal dan pemakaian yang luas adalah subjec curiculum. Subjec curiculum yaitu mata pelajaran. setiap kurikulum juga mempunyai subjec mater yaitu bahan pelajaran(integreted kurikulum).

Maka dengan demikian diperoleh jenis organisasi kurikulum sebagai berikut:
a.    kurikulum berdasarkan mata pelajaran (subjec curiculum)
1)    mata pelajaran terpisah-pisah(separate subject curiculum)
2)    mata pelajaran gabungan (correlated curiculum)
b.    kurikulum terpadu (integreted curiculum)
1)      berdasarkan “social functions” atau “major areas of living”
2)      berdasarkan masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda
3)     berdasarkan pengalaman pemuda (experince curriculum, activity curriculum)
4)      kurikulum inti (core curriculum)
2.      Faktor – Faktor Dalam Organisasi Kurikulum
a.    Scope
     Scope atau ruang lingkup kurikulum berkenaan dengan bahan pelajaran yang harus di liputi. Scope menentukan apa yang akan di pelajari, Biasanya yang menentukan scope termasuk sequence (urutan) adalah para ahli pengembang kurikulum di bantu oleh ahli di siplin ilmu, juga pengarang buku, penyusun program latiahan atau kursus.
b.   Sequence atau Urutan
     Sequence menentukan urutan bahan pelajaran di sajikan, apa yang dahulu apa yang kemudian, dengan maksud agar poses belajar berjalan dengan baik. Faktor – faktor yang turut menentukan urutan bahan pelajaran antara lain : kematangan anak, latar belakang pengalaman atau pengatahuan, tingkat inteligenci, minat, kegunaan bahan, dan kesulitan bahan pelajaran.
c.         Continuitas
     Dengan continuitas di maksud bahwa bahan pelajaran senantiasa meningkat dalam keluasan dan kedalamannya. Dengan bahan yang di pelajari siswa di hadapkan dengan bahan yang lebih kompleks, buah fikiran yang lebih sulit, nilai – nilai yang lebih tinggi, sikap yang lebih halus, ketelitian yang lebih cermat, operasi mental yang lebih matang
d.    Integrasi
     Dengan kurikulum berdasarkan mata pelajaran yang terpisah – pisah besar kemungkinan pengetahuan yang di miliki para siswa lepas – lepas. Adnya fokus bahan pelajara terpadu berupa konsep, prinsip, masalah membuka kemungkinan menggunakan berbagai di siplin secara fungsional.
e.    Keseimbangan
     Keseimbangan dapat di pandang dari dua segi, yaitu (1). Keseimbangan isi, yaitu tentang apa yang di pelajari dan (2) keseimbangan cara atau proses belajar. Tidak semua siswa dapat belajar secara efektif dengan cara yang sama. Maka perlu berbagai macam metode dan kegiatan belajar.
c.        Distribusi Waktu
          Kurikulum harus di tuangkan dalam bentuk kegiatan belajar beserta waktu yang di sediakan untuk masing – masing pelajaran. Di sini di hadapi masalah distribusi atau pembagian waktu, yang harus menjawab pertanyaan seperti berapa tahun suatu mata pelajaran harus di berikan, berapa kali seminggu dan berapa lama tiap pelajaran.
                 Organisasi kurikulum merupakan hal yang terpenting dalam mencapai tujuan pendidikan, oleh sebab itu pengorganisasian dalam kurikulum sangat diperlukan dan diharuskan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Melalui organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam  rangkaian pembelajaran. Cara pengembang kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau model kurikulum yang dianutnya.
            Adapun cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan menyusun struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal dan struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu.

            Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di sekolah. Untuk lebih jelasnya akan di bahas di bawah ini.
a.    Struktur Horizontal
                   Struktur horizontal dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pendidikan, isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur horizontal ini  terdapat tiga macam bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya ialah
(1)  separate-subject-curriculum,
(2)  correlated-curriculum, dan
(3) integrated-curriculum.
Adapun yang harus diingat, bahwa pembedaan menjadi tiga macam bentuk tersebut lebih bersifat teoretis, karena pada kenyataannya tidak ada kurikulum yang secara mutlak dikembangkan dengan hanya salah satu bentuk saja dengan tanpa mengaitkannya dengan yang lain.
1)        Konsep dasar separate subject curriculum
                        Apa dan bagaimanakah  separate-subject curriculum  itu?
Kurikulum ini menekankan penyajian bahan pelajaran dalam bentuk bidang studi atau mata pelajaran. Masing-masing mata pelajaran ditetapkan berdasarkan disiplin keilmuan. Isinya ialah pengetahuan yang telah tersusun secara logis dan  sistematis dari masing-masing bidang keilmuan. Antarmata merupakan unsur yang terpisah-pisah. Tak ada pengaitan antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain.  Ppenetapan materi pelajaran Bahasa Indonesia, misalnya, dilakukan untuk mencapai empat keterampilan berbahasa saja (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Mengenai apa yang disimak, yang dibicarakan, yang dibaca, dan yang ditulis bebas saja, bisa mengenai energi, masyarakat, dll., tanpa dikaitkan dengan  isi mata pelajaran lain, yang terkait sekalipun (fisika dan sosiologi). Yang penting, apa yang tersajikan dalam mata pelajaran itu sistematis secara internal mata pelajaran itu sendiri. Jumlah mata pelajaran dan alokasi waktu yang diberikan bervariasi, sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah.Tingkat-tingkat sekolah sebagaimana kita ketahui adalah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sementara jenis sekolah biasanya menacu pada sekolah umum dan sekolah kejuruan. Masing-masing tingkat dan jenis sekolah memerlukan cakupan dan spesifikasi bahan pelajaran yang berbeda-beda. Bahan pelajaran itu selanjutnya dipilah-pilah berdasarkan satuan kelas dan semesternya.
     Dengan demikian,  pengorganisasian  separate-subject curriculum  benar-benar disusun dengan berorientasi pada mata pelajaran  (subject centered). Pengorganisasian kurikulum ini dilatarbelakangi oleh pandangan ilmu jiwa asosiasi, yang mengharap-kan terbangunnya kepribadian yang utuh berdasarkan potongan-potongan pengetahuan. Kurikulum bentuk terpisah ini sangat menekankan pada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.  Saudara, penyusunan  separate-subject curriculum biasanya dilakukan tim pengembang yang telah ditunjuk di tingkat nasional. Tim ini menentukan seluruh pengalaman edukatif, luas bahan pelajaran  (scope) yang harus disajikan dan dipelajari siswa, serta waktu penyajian bahan pelajaran.  Hal lain yang penting dalam pengorganisasian kurikulum ialah pengurutan (sequence) bahan pelajaran. Pengurutan harus  dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar terjaga kesinambungan bahan. Harus dihindari keterulangan bahan pelajaran yang sudah pernah dipelajari siswa di kelas sebelumnya, dan keterlewatan bahan pelajaran. 
Sebelumnya telah disinggung bahwa penyusunan kurikulum jenis ini dilakukan oleh tim. Tim ini terdiri atas para tokoh dan ahli pendidikan serta para ahli dalam disiplin keilmuan tertentu. Mereka inilah yang menetapkan apakah yang diperlukan siswa kelak dalam kehidupannya di masyarakat. Jadi, dalam kurikulum ini memang sudah ditetapkan pengalaman-pengalaman apa saja yang akan ditempuh siswa dalam belajar. Oleh karena itu, biasanya bahan pelajaran dan bahkan buku pelajarannya, telah disiapkan sebelumnya.  
            Saudara, terdapat sejumlah persoalan yang muncul sebagai akibat pengorgani-sasian kurikulum seperti itu. Pertama, karena dibangun oleh tim khusus, apalagi tingkat nasional, maka bisa dibayangkan adanya keseragaman yang terjadi. Untuk negara Indonesia yang begitu luas, dari Sabang hingga Merauke, menggunakan  kurikulum yang sama. Padahal, daerah-daerah di wilayah Indonesia ini sangat berbeda kondisinya.  Kedua, keberadaan buku pelajaran (paket) kerap menimbulkan salah penyikapan bahwa kurikulum itu buku pelajaran. Pada kasus ini terjadilah penyem-pitan substansi. Keadaan ini biasanya menimpa guru yang tidak profesional. Apa pun yang terjadi, yang diajarkan dan disajikan kepada para siswa hanya buku paket itu saja. Sebaliknya, bagi guru yang yang profesional, ia tidak akan mau diperhamba oleh satu buku (paket) saja. Dia tentu akan menambah referensi lain untuk memperkaya, memperdalam, dan menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan selaras dengan kebutuhan siswa.
a)   Kelebihan separated-subject curriculum :
-     Bahan pelajaran tersajikan secara logis dan sistematis
     Dalam kurikulum ini, bahan telah disiapkan dan disusun secara sistematis, logis, dan berkesinambungan. Penyusunan bahan telah menggunakan urutan yang tepat, dari yang mudah menuju yang sukar, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Ilmu pengetahuan yang akan disampaikan kepada anak sudah dalam urutan logis sebagaimana yang telah ditata dan dipikirkan oleh para ahli. Dengan demikian, penggunaan kurikulum ini akan memudahkan guru dalam menyajikan materi, dan dipandang lebih efektif dan  efisien, karena pihak sekolah dan guru tinggal menyampaikan saja
-     Organisasi kurukulum sederhana serta mudah direncanakan dan dilaksanakan
     Karena tiap mata pelajaran disikapi sebagai suatu satuan yang otonom, maka perhatian dan penyusunan bahan hanya  sebatas mata pelajaran itu sendiri. Keseder-hanaan inilah yang menjadikan kurikulum mudah disusun dan dilaksanakan oleh para pengembang maupun guru. Kurikulum ini juga mudah untuk direorganisasi, ditambah, atau dikurangi. Penentuan jumlah, cakupan, dan urutan mata pelajaran tidak seberapa menimbulkan banyak masalah  Dalam pelaksanaan kurikulum, guru umumnya dapat berpegang pada buku pelajaran yang telah ditentukan, dan mengajarkannya bab demi bab. Apa yang diajarkan sudah ditentukan lebih dahulu, sehingga guru dapat menyesuaikan jumlah waktu yang ditentukan dengan bahan pelajaran yang tersedia.
-     Kurikulum mudah dinilai
     Kurikulum ini utamanya bertujuan menyampaikan sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu yang mudah dinilai dengan tes. Bahan pelajaran pun bisa ditentukan dengan menetapkan buku-buku pelajaran yang harus digunakan oleh suatu daerah, atau bahkan satu negara. Hal ini akan memudahkan dilakukannya ujian umum yang sama dalam satu wilayah negara. Dengan mudahnya pelaksanaan ujian, maka mudah pula mendapatkan data seandainya diperlukan perubahan-perubahan. Misalnya bila materi sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman, baik menyangkut keseluruhan komponen bahan ataupun sebagian, maka dengan segera dapat dilakukan perubahan atau penyesuaian isi kurikulum.
-     Memudahkan guru sebagai pelaksana kurikulum
     Umumnya pendidikan guru mempersiapkan calon guru/guru (tingkat sekolah lanjutan) untuk mengajarkan mata pelajaran tertentu. Dengan kurikulum ini, apa yang akan diajarkan guru sejalan betul dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya saat kuliah. Lebih-lebih bila mereka telah memiliki pengalaman mengajar bertahun-tahun. Mereka menjadi sangat menguasai bahan pelajaran dan lebih merasa aman dengan menggunakan kurikulum subject-centered ini.
-     Kurikulum ini juga dipakai di perguruan tinggi
     Manajemen kurikulum di terguruan tinggi pada umumnya menerapkan speparated subject curculum. Mahasiswa mempelajari bidang keilmuan secara terkonsentrasi. Karena saat di sekolah menengah mereka juga diajar dengan menggunakan model kurikulum yang sama, maka para siswa lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke perguruan  tinggi telah terbiasa dengan belajar dalam situasi kurikulum seperti ini.
-     Kurikulum ini mudah diubah
     Perubahan kurikulum yang terjadi umumnya didasarkan pada organisasi mata pelajaran. Penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan zaman biasanya dilakukan dengan menambah mata pelajaran, bisa juga meluaskan atau menyempitkan materi pelajaran. Hal seperti ini tentu akan mudah dilaksanakan pada kurikulum yang diorganisasikan dengan cara  separated subject curiculum, karena masing-masing mata pelajaran bersifat terpisah. Dengan demikian penambahan, pengurangan, ataupun cakupan materi pun tidak akan mengganggu pelajaran lain.
b)   Kelemahan Separate-Subject Curriculum
-     Mata pelajaran terpisah-pisah
          Mata pelajaran dalam kurikulum ini diberikan secara terpisah-pisah. Tidak ada upaya menghubungkan antara satu mata pelajaran dengan  mata pelajaran lainnya. Hal ini menjadikan peserta didik akan menerima pengetahuan secara terpisah-pisah, dalam konsentrasi masing-masing mata pelajaran. Padahal, pelbagai persoalan kehidupan yang riil umumnya perlu dihadapi dengan pengetahuan yang menyeluruh atau terpadu.  Dengan demikian, anak masih sering mengalami kegagapan pada saat menghadapi persoalan sehari-hari dengan berbagai konteksnya.
-     Kurang memperhatikan masalah kehidupan sehari-hari
          Penyampaian kurikulum ini semata-mata menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan. Bahkan kadang-kadang materi yang dipelajari siswa tidak ada relevansinya dengan kebutuhan hidup. Bila anak sudah bisa memecahkan permasalahan-permasalahan di sekolah dianggap dengan sendirinya akan mampu mentransformasikannya dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari. Padahal, kenyataan hidup di luar sekolah berbeda sekali dengan apa yang biasa terjadi di sekolah.
-     Cenderung statis dan ketinggalan zaman
          Karena pengetahuan dianggap sebagai hal yang telah ditemukan orang masa lalu, maka kegiatan belajar siswa di sekolah hanya mempelajari apa yang sudah   ada dan disiapkan. Akibatnya, buku pelajaran yang digunakan pun bisa berlaku bertahun-tahun, tanpa pernah melakukan revisi. Bila ini yang terjadi, maka semuanya akan menjadi statis. Buku pegangan guru tetap itu-itu saja. Padahal, kehidupan manusia terus berkembang secara dinamis. Apa yang dianggap benar pada masa lalu, belum tentu dianggap benar pada masa sekarang. Apalagi bila ada guru “tertutup” yang fanatik pada satu buku, karena buku itulah yang dulu dipelajarinya, maka dianggaplah apa yang ada dalam buku itu yang paling benar.
-     Tujuan kurikulum sangat terbatas 
          Separated subject curriculum hanya menekankan pada aspek intelektual, dan mengabaikan aspek emosional dan sosial. Padahal, ketiga aspek itu sama pentingnya bagi tumbuh-kembang siswa secara utuh. Karena hanya menekankan aspek intelektual, maka anak akan mengalamai persoalan pada saat harus terjun ke masyarakat untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Materi pelajaran pun disamaratakan untuk semua peserta didik, tanpa memperhatikan perbedaan individu. Karena itu pula, kurikulum  separated subject curriculum dipandang tidak demokratis.

3.    Jenis-jenis organisasi kurikulum
a.       Mata pelajaran terpisah (separated curriculum)
            Kurikulum ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang terpisah-pisah satu sama lain, terlepas  dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Beberapa hal positif dari separated curriculum ini adalah : Bahan pelajaran disajikan secara sistematis dan logis dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai budaya terdahulu
Kurikulum ini mudah diubah dan dikembangkan. Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan mudah untuk diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu yang ada.
Sedangkan beberapa kritik terhadap kurikulum ini antara lain: Mata pelajaran terlepas-lepas satu sama lain. Tidak atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut psikologis, kurikulum demikian mengandung kelemahan: banyak terjadi verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak didik. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan dari perkembangan zaman.
2.         Mata pelajaran gabungan (corelated curriculum)
            Yaitu kurikulum yang menekankan perlunya hubungan diantara satu pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan cirri atau karakteristik tiap bidang studi tersebut. Misalnya Sejarah dan Ilmu Bumi dapat diajarkan untuk saling memperkuat. Ada tiga jenis korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis mata pelajaran. Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan. Fakta-fakta sejarah disajikan melalui penulisan karangan sehingga menambah kemungkinan menikmati bacaannya oleh siswa. Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat dilihat pada penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih mata pelajaran. Misal psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial. Korelasi normatif, hampir sama denagan korelasi deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang bersifat moral sosial. Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan prinsip-prinsip moral sosial dan etika. Beberapa kelebihan kurikulum ini adalah: Dengan korelasi, pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas (berpadu).  Dengan melihat hubungan erat antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah. Korelasi memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari berbagai sudut. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertaian dan prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid. Berikut beberapa kelemahan dari kurikukum mata pelajaran gabungan ini adalah : Sulit untuk menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari, sebab dasarnya subject centered. Brood fields tidak memberikan pengetahuan yang sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga hal ini dipandang kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.
3.         Kurikulum terpadu (integrated curriculum)
            Yaitu kurikulum yang menyajikan bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa mengadakan batas-batas antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya. Ciri-ciri kurikulum terintegrasi ini antara lain : Berdasarkan filsafat pendidikan demokrasi, berdasarkan psikologi belajar gestalt dan organismik, berdasarkan landasan sosiologis dan sosiokultural, berdasarkan kebutuhan, minat dan tingkat perkembangan atau pertumbuhan siswa.
a)      Bentuk kurikulum ini tidak hanya ditunjang oleh semua mata pelajaran atau  bidang studi yang ada, tetapi lebih luas. Bahkan mata pelajaran baru dapat saja muncul dan dimanfaatkan guna pemecahan masalah
Sistem penyampaian menggunakan sistem pengajaran unit, baik pengalaman (experience) atau pelajaran (subject matter unit). Peran guru sama aktifnya dengan peran murid. Guru selaku pembimbing.
b)      Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
c)      Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan mereka.
d)     Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat.
e)      Aktifitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk berpikir sendiri dan berkerja sendiri, atau kerjasama dengan kelompok.
f)       Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan dan kematangan murid.
Di samping itu kurikulum ini juga mempunyai beberapa kelemahan yang diantaranya ialah:
a)      Guru belum siap untuk melaksanakan kurikulum ini.
b)      Organisasin kurang sitematis
c)      Tugas-tuganya memberatkan guru.
d)     Tidak memungkinkan ujian umum, sebab tidak ada unformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
e)      Siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum.
f)       Sarana dan prasarana yang kurang memadai.

Adapun dalam bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi :
a)     Kurikulum inti (core curriculum)
Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar.
Ciri yang membedakan kurikulum inti, yaitu: Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial, unsur universalitas dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan pada masyarakat. Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial. Karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah : Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue), selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial. Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalam pribadi.
Manfaat kurikulum inti adalah: Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat. Kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat.
b)     Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi kehidupan (social functions and persistens situations).
Dalam pengembangan kurikulum ini di dasarkan pada lingkungan social anak didik, sehingga pelajaran yang di peroleh  memiliki fungsi dan makna bagi kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
c)     Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman (experience and activity curriculum)
Kurikulum ini dikenal juga dengan sebutan activity curriculum. Mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima (passive). Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atau minatnya. Belajar merupakan transaksi aktif. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya.
Strategi pelaksanaan kurikulum adalah cara-cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan suatu kurikulum sekolah, yang meliputi: pelaksanaan pengajaran/ pembelajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan, dan pengaturan kegiatan sekolah secara keseluruhan. Strategi pelaksanaan kurikulum merupakan bagian yang termasuk dalam bidang garap pengembang kurikulum. Dengan strategi pelaksanaan kurikulum ini, maka para pelaksana (kepala sekolah dan guru) mempunyai pedoman kerja yang pasti, sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dijalankan, sehingga kemungkinan pencapaian tujuan pendidikan menjadi semakin besar. 
a.            Pelaksanaan Pengajaran
Kalau di ingat kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Dalam interaksi pendidikan, pelaksanaan pengajaran merupakan hal yang sangat penting. Dari pelaksanaan pengajaran inilah hasil suatu proses pembelajaran (belajar dan mengajar) dinilai berhasil atau tidak. Di antara hal yang termasuk dalam pelaksanaan pembelajaran adalah pemilih-an metode dan alat/ media pendidikan yang digunakan.
            Sebagai contoh, dalam pelajaran Bahasa Indonesia terdapat materi berpidato. Karena berpidato merupakan sebuah keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, maka metode yang tepat adalah demonstrasi (praktik pidato). Bukan sekedar mempelajari teori pidato. Pengetahuan tentang konsep, prosedur, dan strategi pidato memang diperlukan, tetapi tidak cukup berhenti di situ. Melainkan harus berlanjut sampai pada praktik berpidato. Selanjutnya agar pembelajaran lebih menggairahkan, maka diperlukan media audio-visual. Dengan cara ini, siswa dapat menginspirasi model bagaimana orang dapat berpidato dengan baik. Namun, pemilihan media audio-visual (rekaman) ini cocok bagi  sekolah yang memiliki fasilitas itu. Bagi sekolah yang tidak mempunyai fasilitas audio-visual, maka guru harus mencari media lain atau strategi lain yang sesuai. Misalnya, dengan menugasi anak untuk mencermati kegiatan pidato pada siaran televisi atau radio di rumah. 
            Strategi pelaksanaan pengajaran umumnya dalam bentuk tatap muka di kelas, yang dilakukan guru berdasarkan perencanaan pembelajaran yang disusun sebelum-nya. Dalam berbagai perkembangan kurikulum di Indonesia rencana pembelajaran ini  dikenal dengan istilah-istilah Model Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan Pelajaran (Satpel), atau dalam KTSP dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam rencana pembelajaran itu dicantumkan komponen-komponen tujuan/ kompetensi, kegiatan pembelajaran, bahan pelajaran, metode/ alat/media, dan evaluasinya. Rencana pembelajaran ini disusun untuk kepentingan guru dalam mengajar.
            Strategi pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk satuan-satuan pelajaran.  Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang dicantumkan. Karena harus memberikan kemungkinan murid belajar sendiri, maka modul disusun dengan uraian dan jabaran yang lengkap. Strategi pelaksanaan pengajaran lain adalah Paket Belajar. Untuk pelajar disiapkan paket-paket pelajaran yang  berisi satuan-satuan pelajaran lengkap dengan alat evaluasi dan umpan baliknya. Strategi ini juga memberikan peluang siswa belajar sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di perguruan tinggi dalam program belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).
b.         Pendekatan Keterampilan Proses
            Keterampilan proses sudah kita kenal semenjak Kurikulum 1984. Hingga saat ini pendekatan tersebut masih sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Pendekatan keterampilan proses menekankan terlaksananya komunikasi dua arah. Komunikasi dua arah mengindikasikan adanya peran serta aktif pada diri guru dan murid. Dalam proses pembelajaran murid terlibat secara fisik dan mental, sehingga apa yang diperoleh siswa dapat lebih mendalam. Melalui keterampilan proses, siswa didorong untuk mendapatkan informasi (ilmu), mengelola, mempergunakan, dan mengomunikasikannya.
Dalam hal ini, siswa tidak hanya mempelajari isi pelajaran, tetapi juga belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Keterampilan “mendapatkan” pengetahuan itulah yang sangat ditekan-kan pada pendekatan keterampilan proses.  Penerapan pendekatan itu diawali dengan kegiatan pemanasan, yakni mengarahkan siswa pada pokok persoalan yang akan dipelajari. Misalnya dengan mengulas pelajaran minggu lalu yang terkait, meminta pendapat siswa, dsb. Kegiatan ini mengondisikan siswa untuk siap dalam belajar, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Kegiatan dilanjutkan dengan serangkaian  aktivitas mengamati, menginterpretasikan, meramalkan, menemukan konsep, merencanakan kegiatan lanjutan, melakukan penelitian, dan mengomunikasikan hasil temuan. Tampaknya, langkah-langkah pendekatan keterampilan proses sangat menekankan pada aktivitas akademik belaka.
            Nilai akademik memang kental sekali, tetapi di tengah pelaksanaan proses belajar sebetulnya terbangun juga sikap-sikap sosial melalui kerja sama antarsiswa dalam kelompok dengan sikap sportif saling mendukung. Misalnya, untuk menemukan suatu konsep anak harus melakukan serangkaian prosedur. Dalam prosedur ini bisa jadi ada aktivitas yang berat bila dilakukan anak seorang diri. Untuk mengatasinya, seorang siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya. Namun, kerja sama itu tetap harus dibangun berdasarkan tanggung jawab individu. Bukan sekedar ikut secara kelompok, tetapi siswa tertentu boleh untuk tidak melakukan apa-apa.  Hal penting lainnya dalam keterampilan proses adalah mengkomunikasikan hasil temuan. Melalui kegiatan ini siswa dilatih untuk mampu menginformasikan  temuannya secara  lisan atau tulis.
1)     Kegiatan Kukurikuler
            Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih menmperdalam dan menghayati materi  pelajaran yang telah dipelajari dalam kegiatan intrakurikuler di dalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan secara individual atau kelompok. Dalam hal ini, hal yang perlu diperhatikan ialah menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpang-tindihan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain.
Selain itu, juga perlu dijaga agar para siswa tidak ”overdosis” karena semua guru memberi tugas dalam waktu yang bersamaan, sehingga siswa menanggung beban yang sangat berat. Oleh karena itu, koordinasi dan kerja sama antarguru merupakan hal yang perlu dilakukan, misalnya, melalui analisis pokok bahasan sejak awal dan merancang kegiatan kokurikulernya.
Dari pokok-pokok landasan pelaksanaan kegiatan kokurikuler, hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam merancang  dan melaksanakan kegiatan kokurikuler ialah sebagai berikut:
a.       Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang berkaitan langsung dengan kegiatan intrakurikuler. Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kepada siswa  mendalami dan menghayati materi pelajaran.
b.      Tidak menimbulkan beban berlebihan bagi siswa.
c.       Tidak menimbulkan tambahan beban biaya yang memberatkan siswa atau orang tua.
d.      Penanganan kegiatan kokurikuler dilakukan dengan sistem administrasi yang teratur, pemantauan, dan penilaian
2)         Kegiatan Ekstrakurikuler
            Kegiatan ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperluas pengetahuan siswa, mengembangkan nilai-nilai atau sikap, dan menerap-kan secara lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran program inti dan pilihan. Walapun sama-sama dilaksanakan di luar jam pelajaran di kelas, bila dibandingkan kokurikuler, kegiatan ekstrakurikuler ini lebih menekankan pada kegiatan kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan memperhatikan minat dan bakat siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial budaya. Pelaksanaannya ditangani oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk. Kegiatan keolah-ragaan seperti bola basket, bola voli, dan pencak silat, dipilih sesuai dengan minat dan bakat siswa. Begitu pula dalam bidang penalaran seperti jurnalistik dan kelompok ilmiah remaja. Juga, dalam bidang seni seperti drama, lukis, dan tari. Keseluruhan bidang ini merupakan wahana untuk memperluas wawasan, serta membangun nilai dan sikap positif siswa.

c.      Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
                 Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya tiga kegiatan pokok, yaitu kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketiganya merupakan satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan secara keseluruhan pada suatu sekolah. Kegiatan intrakurikuler merupakan kegiatan utama persekolahan yang dilakukan dengan menggunakan jatah waktu yang telah ditentukan dalam struktur program. Kagiatan ini dilakukan guru dan siswa dalam jam-jam pelajaran tiap hari. Kegiatan intrakurikuler ini dilakukan untuk mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran, baik yang tergolong program inti ataupun program khusus.
               Strategi pelaksanaan pengajaran umumnya dalam bentuk tatap muka di kelas, yang dilakukan guru berdasarkan perencanaan pembelajaran yang disusun sebelum-nya. Dalam berbagai perkembangan kurikulum di Indonesia rencana pembelajaran ini  dikenal dengan istilah-istilah Model Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan Pelajaran (Satpel), atau dalam KTSP dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam rencana pembelajaran itu dicantumkan komponen-komponen tujuan/ kompetensi, kegiatan pembelajaran, bahan pelajaran, metode/ alat/media, dan evaluasinya. Rencana pembelajaran ini disusun untuk kepentingan guru dalam mengajar.
               Strategi pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk satuan-satuan pelajaran.  Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang dicantumkan. Karena harus memberikan kemungkinan murid belajar sendiri, maka modul disusun dengan uraian dan jabaran yang lengkap. Strategi pelaksanaan pengajaran lain adalah Paket Belajar. Untuk pelajar disiapkan paket-paket pelajaran yang  berisi satuan-satuan pelajaran lengkap dengan alat evaluasi dan umpan baliknya. Strategi ini juga memberikan peluang siswa belajar sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di perguruan tinggi dalam program belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).




C.           Pola Instruksional
1.      Defenisi Pola instruksional
            Metode pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam proses belajar, pembelajaran memiliki dua unsur penting yakni siswa dan guru. Bagi siswa metode pembelajaran sangat penting dalam menentukan prestasi dan pengembangan potensi pribadi. Guru memiliki peranan penting dalam menerapkan metode pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Quantum learning sebagai salah satu metode belajar dapat memadukan antara berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar metode Quantum Learning dengan teknik peta pikiran (mind mapping) memiliki manfaat yang sangat baik untuk meningkatkan potensi akademis (prestasi belajar) maupun potensi kreatif yang terdapat dalam diri siswa.
            Tujuan instruksional adalah target akhir yang diharapkan bisa dicapai oleh setiap instruktur pendidikan atau para praktisi komunikasi lainnya setelah melakukan suatu proses kegiatan instruksional. Tujuan ini berlaku baik bagi komunikator maupun bagi sasaran (komunikan) meskipun sebenarnya yang akan diukur keberhasilan-keberhasilannya adalah pihak sasaran. Bagi komunikator, tujuan-tujuan ini setidaknya dapat dijadikan patokan kegiatan untuk pelaksanaan instruksional sehingga proses kerjanya mempunyai arah yang jelas. Sedangkan bagi sasaran, rumusan tujuan ini bisa dijadikan target tentang kemampuan yang dimilikinya setelah melewati proses instruksional. Dan memang rumusan tujuan instruksional ini dikhususkan untuk kepentingan sasaran, untuk melihat apakah sasaran telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan pola tujuan ini atau belum, baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor.
            Tujuan instruksional sebenarnya masih dibedakan antara yang umum dan yang khusus. Yang pertama rumusannya lebih luas daripada yang kedua, dan karenanya ia kurang operasional. Tujuan instruksional umum disingkat TIU, sedangkan tujuan instruksional khusus disingkat TIK. Baik TIU maupun TIK keduanya merupakan patokan harapan setiap instruktur dalam melakukan tugasnya membelajarkan sasaran. Inilah yang tempaknya akan berkembang menjadi satuan rumusan berdasarkan sasaran (tujuan) yang harus dicapai oleh setiap anggota sasaran (komunikan), dan rumusannya disebut sasaran belajar. (Tentang sasaran belajar ini bisa dibaca di tempat lain karena ia mempunyai ciri-cirinya yang agak berbeda dengan pola rumusan tujuan instruksional). Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki oleh setiap tujuan instruksional, terutam TIK, yang antara lain sebagai berikut.
a)       Tujuan harus menggambarkan kemampuan tertentu yang diharapkan bakal tercapai oleh sasaran dan harus bersifat obervable dan measurable (dapat diamati dan dapat diukur), baik dalam bidang kognitif, afektif, maupun psikomotornya.
b)       Tujuan hendaknya menyebutkan bidang pengalaman tertentu yang harus dikuasai oleh sasaran setelah berlangsungnya tindakan instruksional.
c)       Tujuan harus jelas dan tidak boleh terlalu banyak yang hendak dicapainya, misalnya cukup tergambarkan dalam sebuah kalimat yang menggunakan satu kata kerja aktif saja.
d)       Tujuan harus bersifat operasional, artinya tidak abstrak.
e)       Tujuan harus mempunyai kegunaan bagi banyak orang. Tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat tidak perlu dirumuskan dalam kegiatan instruksional.
Berikut adalah beberapa contoh rumusan tujuan instruksional dengan penggunaan kata kerja yang bersifat operasional dan dapat diukur.
            Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain, produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran. Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi (atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk ke dalam fungsi manajemen instruksional. Fungsi-fungsi ini meliputi pengelolaan organisasi dan pengelolaan personel. Baik fungsi manajemen instruksional maupun fungsi pengembangan instruksional semuanya mengacu kepada komponen-komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan, dan digunakan dalam rangka memproses pembelajaran sasaran.
            Rumusan tujuan instruksional beranjak dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional. Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi. Artinya, tujuan instruksional harus sejalan, mengacu, dan bedasar pada tujuan kurikuler, seterusnya tujuan-tujuan kurikuler harus sesuai dengan tujuan kelembagaan (institusional), akhirnya semua tujuan yang ada harus mengacu dan mendukung tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional. Subordinasi artinya hubungan bertingkat, jadi semua tujuan yang lebih kecil lingkupnya harus sesuai dengan dan mendukung tujuan-tujuan yang lebih luas, yang untuk Indonesia berakhir pada tujuan nasional, atau untuk bidang pendidikan adalah tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah yang tercantum dalam rumusan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini telah disinggung di bagian lalu, tetapi disini ditulis lagi untuk kepentingan penjelasan
            Prinsip berarti hubungan fungsional antara konsep-konsep. Mempelajari prinsip berarti memplajari pula konsep-konsep. Konsep di sini maksudnya adalah gambaran kesimpulan yang ada pada pikiran seseorang tentang objek atau benda, baik objek yang nyata maupun objek yang abstrak (teoretis). Sebuah konsep tentang kambing, misalnya, bisa bermacam arti yang dikesankan, bergantung pada konteks yang digunakannya serta pada arti denotatif atau arti konotatifnya. 
            Strategi instruksional adalah pendekatan menyeluruh atas proses belajar dan mengajar dalam sistem instruksional. Ia merupakan perencanaan penuh perhitungan yang kemungkinan-kemungkinan kegiatannya bakal ditempuh dalam pelaksanaannya nanti, dirinci dengan saksama. Upaya-upaya atau kegiatan lanjut dari strategi ini adalah metode, teknik, dan taktik. Ketiga istilah terakhir ini mempunyai arti penjabaran yang lebih operasional daripada strategi, bahkan dapat dikatakan metode, teknik, dan taktik merupakan kelanjutan kegiatan strategi secara operasional, langsung, dan praktis. Akan tetapi, apabila ditelusuri lagi, ketiga istilah ini masing-masing bisa mempunyai arti yang tidak sejalan, artinya tidak berada pada kerangka sistem yang berhubungan secara subordinatif.
            Metode bisa merupakan penjabaran dari strategi karena upaya untuk mencapai tujuan-tujuan strategi bisa ditempuh dengan berbagai metode. Metode itu bisa terjadi cukup luas, terutama jika dilihat segi operasionalisasinya seperti misalnya ada metode ceramah, metode diskusi, dan metode-metode komunikasi sejenisnya. Namun, teknik dan apalagi taktik mempunyai pengertian yang lebih sempit lagi karena ia merupakan bagian langsung dari metode. Artinya, pelaksanaan suatu metode bisa ditempuh dengan berbagai teknik. Metode mengajar berkuliah, misalnya, bisa dilakukan dengan bermacam teknik yang cocok untuk situasi dan kondisi tertentu. Pengertian taktik lebih sempit lagi daripada beberapa istilah terdahulu. Ia merupakan istilah yang sebenarnya jarang digunakan dalam dunia instruksional. Dalam konteks umum, taktik terkadang mempunyai konotasi negatif meskipun tidak selalu demikian. Taktik banyak dikaitkan dengan kelihaian, atau bahkan kelicikan, akal budi seseorang untuk mengakali orang lain supaya ia bisa mendapat keuntungan dari akalnya tadi. Taktik biasanya sulit dipelajari secara teknis karena ia lebih banyak berkaitan dengan kepintaran akal seseorang pada suatu situasi.
            Beberapa metode yang serig digunakan dalam kegiatan atau lebih khususnya dalam strategi instruksional antara lain adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode seminar, metode simulasi, metode laboratorium, dan metode kuliah lapangan. Di antara semua metode tersebut tidak dapat dikatakan mana yang lebih unggul atau bahwa metode tertentu lebih baik untuk semua kondisi daripada yang lainnya sebab masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Pada situasi tertentu metode ceramah barangkali akan lebih baik daripada metode-metode lainnya, juga sebaliknya. Di sinilah letak tentang pentingnya pemilihan strategi bagi seorang komunikator pendidikan, dan khususnya pemilihan metode yang akan digunakan pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya. Masalah metode instruksional tidak kami bahasa lebih panjang lagi berhubung dengan terbatasnya halaman. Pembaca yang budiman dipersilakan membaca lebih lanjut dalam buku yang khusus membicarakan masalah strategi instruksional, termasuk masalah metode, teknik, dan taktik yang dibahas di dalamnya.
            Strategi artinya suatu perencanaan menyeluruh atas semua aspek kegiatan dengan rincian pelaksanaan yang runtut sehingga diharapkan dapat menjamin kelancaran dan keberhasilan kegiatan tersebut. Meskipun sebenarnya tidak ada jaminan sesungguhnya tentang keberhasilan yang diharapkannya itu, namun setidaknya akan lebih baik hasilnya dibandingkan dengan kegiatan yang tanpa perencanaan dan strategi. Adapun metode merupakan bagian dari strategi, artinya suatu teknik atau cara yang runtut untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan yang sudah direncanakan dalam strategi tadi.
            Dalam program pendidikan pengguna, misalnya, strategi artinya suatu perencanaan menyeluruh atas pelaksanaan kegiatan pendidikan pengguna perpustakaan dengan runtutan kegiatan yang jelas. Untuk melaksanakan strategi pendidikan pengguna ini dilakukan dengan metode kegiatan, yang antara lain dilakukan dengan metode pengajaran dalam program pendidikan pengguna. Karena program pendidikan pengguna juga sebagai program belajar dan mengajar antara pustakawan dan pengguna pada umumnya dalam hal pemanfaatan segala informasi dan sumber-sumber informasi di perpustakaan, maka metode pengajarannya mirip dengan metode pengajaran yang dilakukan di dunia pendidikan pada umumnya. Metode pengajaran ini melibatkan berbagai media yang digunakan dalam program pendidikan pengguna, dan namanya media pengajaran.
            Dari banyaknya metode pengajaran dan juga media pengajaran yang bisa digunakan dalam pelaksanaan kegiatan program pendidikan pengguna perpustakaan, maka pustakawan tidak perlu menggunakan semuanya sekaligus atau asal pilih. Penetapan metode dan media yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat pelaksaan kegiatan pendidikan pengguna perpustakaan ini dilaksanakan. Tak ada satu metode dan media pun yang secara umum lebih unggul dan bisa digunakan di segala situasi dan kondisi. Yang ada hanyalah bahwa media dan metode pengajaran tertentu lebih sesuai atau lebih cocok jika digunakan pada situasi dan kondisi tertentu pula.
            Konsep tentang teknologi instruksional, seperti sudah diuraikan pada bagian yang lalu, merupakan satu pengertian yang utuh tentang proses dalam pengelolaan belajar dan mengajar, yang didalamnya melibatkan berbagai komponen dan aspek-aspek lain yang mendukungnya seperti orang, bahan, atau pesan. Berbagai komponen dan aspek lain yang saling berkaitan tadi membentuk suatu hubungan yang bersifat sistemik dan fungsional. Hubungan-hubungan tersebut saling mengikat antara yang satu dengan yang lainnya, membentuk suatu keteraturan yang relatif menetap, dan itu dinamakan prinsip, prinsip dalam teknologi instruksional. Sedikitnya ada tiga prinsip yang dikenal dalam teknologi instruksional, yakni: prinsip lebih menekankan kepada sasaran:
a)       prinsip pendekatan sistem
b)       prinsip pemanfaatan seluas mungkin sumber-sumber informasi edukatif (komponen sistem instruksional): yang meliputi sumber informasi tercetak, terekam, analog, digital, koleksi pada situs-situs internet.

2.      Pola isntruksional
      A.              Pola Instruksional Tradisional
            Pembelajaran tradisional pada umumnya guru mempunyai kedudukan sebagai satu-satunya sumber belajar dalam sistem instruksional. Guru memegang kontrol dan kendali sepenuhnya dalam menetapkan isi dan metode belajar, bahkan kadang-kadang juga dalam menilai kemajuan belajar mahasiswa. Pola instruksional ini dapat disebut dengan diagram.
Tujuan –>penetapan isi–> dosen–> mahasiswa
metode

B.      Pola Instruksional dengan Sumber Belajar Berupa Orang Dibantu
Sumber Lain.
            Kecenderungan standarisasi masukan pada dasarnya beranggapan bahwa adanya standar tersebut mempunyai nilai ekonomis, di samping juga dapat memperbaiki kontrol atas proses kegiatan. Nilai ekonomis yang diperoleh dengan adanya standar masukan, misalnya atas buku teks, satu bentuk dan desain gedung serta fasilitas sekolah, satu bentuk papan tulis dan lain-lain sumber.
            Perkembangan teknologi mula-mula dengan ciri instrumentasi sebagai perpanjangan anggota badan manusia mengubah orientasi, mengubah teknik, dan juga mengubah situasi belajar. Dalam situasi inilah maka dalam pola instruksional terdapat sub komponen baru yaitu alat yang dipakai oleh guru sebagai sarana untuk membantu pelaksanaan kegiatan. Pola instruksional yang memanfaatkan sumber belajar lain disamping guru.
Tujuan–>penetapan isi–> dosen–> mahasiswa
Metode            dengan media

C.      Pola Instruksional dengan Sumber Belajar Berupa Orang (Guru) Bekerja Sama Dengan Sumber Belajar Lain.
            Makin majunya ilmu dan cakrawala manusia mengakibatkan tiap generasi penerus harus belajar lebih banyak untuk menjadi manusia terdidik. Agar sistem pendidikan secara efektif, maka tidak memadai apabila dipakai sumber belajar yang berupa guru, buku, alat audio visual, dan lain-lain. Mulai dirasakan perlu adanya cara baru dalam mengkomunikasikan segala pengetahuan dan pesan baik
secara verbal maupun non verbal. Alat tidak lagi merupakan hasil pengetahuan manusia, tetapi juga sarana untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan ketrampilan khusus, di samping untuk mengembangkan terus pengetahuan, ketrampilan, dan teknik baru. Di samping itu mulai disadari bahwa standarisasi pada masukan belum dapat menjamin hasil yang baik, kiranya diperlukan adanya standarisasi dalam proses dengan jalan lebih memprogram proses itu sendiri. Dalam hubungan ini sumber belajar tertentu khusus dipersiapkan untuk dapat dipakai oleh peserta didik dalam kegiatan instruksional secara langsung. Sumber ini lazim berupa media yang dipersiapkan secara khusus oleh kelompok guru- media yang berinteraksi dengan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui media. Guru dan guru media ini saling berinteraksi dengan peserta didik berdasarkan satu tanggung jawab bersama. Pola instruksional yang demikian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
 Tujuan–>penetapan isi–> dosen–> mahasiswa
Metode                media
Pola Instruksional dimana terdapat tanggung jawab bersama antara guru dan sumber lain.
D. Pola Instruksional dengan Belajar Mandiri
Meningkatnya kebutuhan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, semakin dirasakan terbatasnya sumber belajar yang berupa guru. Di samping meningkatnya tuntutan profesional terhadap guru, juga berkembangnya lapangan kerja baru yang memberikan jaminan hidup yang lebih baik, akan membatasi jumlah guru yang baik. Memperbanyak guru yang baik tidak mungkin dapat dilaksanakan  secara  fisik,  tetapi  masih  dimungkinkan memperbanyak karyanya berupa berbagai media instruksional.
Guru yang baik dapat ditugaskan untuk mempersiapkan bahan pembelajaran yang lengkap secara sistematis dan terprogram dalam bentuk modul atau paket untuk keperluan belajar mandiri lainnya. Apabila peserta didik sudah mempunyai disiplin yang tinggi, latar belakang pengalaman cukup luas dan pola berpikir sudah lebih matang, maka interaksi langsung antar peserta didik dengan media yang dipersiapkan oleh guru ahli, dapat berjalan tanpa intervensi guru kelas.
Dengan demikian kehadiran guru dapat sepenuhnya digantikan oleh sumber belajar yang diciptakannya. Media semacam ini disebut guru-media. Pola instruksional ini dapat digambarkan sebagai berikut.
E.   Pola instruksional quantum  learning
            Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria.
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).
  
            Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning, pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang sehat.
Quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)
            Beberapa hal yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning, dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7 tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”. Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan tepukan.”
            Berdasarkan penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal, interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif (melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat). Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”.  
            Proses berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional), misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, kreatifitas dan visualisasi.
            Semua itu, pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri.
            Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula, antara lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.
            Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa.
            Lingkungan makro ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu, berinteraksi dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan datang, dan menciptakan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif di dalam tiap proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa kepada kesiapan diri dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam dengan situasi status quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro. Mereka diminta untuk melebarkan lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru. Pengalaman mendapatkan sesuatu yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan merasa dihargai” dari siswa.
            Quantum merupakan interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Learning merupakan seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Quantum learning berakar dari uapaya Dr. Georgi Lozanov, seorang psikolog yang berupaya mengembangkan prinsip yang disebut “suggestology” atau “suggestopedia. Menurutnya sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar dan setiap detil keadaan apapun memberikan sugesti positif atau negative (Bobbi de Porter, 1999: 14).
Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka akan baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan tersebut memberikan sugesti positif maka akan buruk dampak nya bagi proses dan hasil belajar. Lingkungan belajar yang baik akan memberikan kekuatan AMBAK (apa manfaatnya bagiku) dalam diri siswa. Jika siswa memiliki kekuatan tersebut, maka siswa akan termotivasi untuk melakukan kegiatan
Motivasi merupakan kekuatan atau daya. Motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2000: 37).
            Motivasi dapat muncul karena adanya sugesti positif dari siswa sebagai akibat dari lingkungan belajar yang menyenangkan. Suasana dan keadaan ruangan kelas menunjukkan arena belajar yang dapat mempengaruhi emosi sehingga sugesti-sugesti tersebut menjadi cahaya yang mampu menjadi lokomotif yang dapat membangkitkan energi belajar. Sebagaimana rumus fisika yang terkenal dengan rumus kuantum E = mc2 , energi merupakan masa kali kecepatan cahaya kuadrat.Tubuh secara fisik dapat diartikan sebagai materi Agar menghasilkan banyak energi cahaya, maka siswa berusaha menjalin interaksi, hubungan dan inspirasi (Nandang Hidayat , 2004).
            Quantum Learning Memadukan Suggestology, neuroligistik (NLP) dan mempercepatan belajar dengan teori. Neuroligistik (NLP), yaitu suatu penelitian yang mengkaji bagaimana otak mengatur informasi yang ada. Adanya hubungan antara keterlibatan emosi, memori jangka panjang dan belajar. Neuorolinguistik dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian diantara siswa dan guru (Bobbi de Porter dan Hernacki, 1999:14).
            Neuro-Linguistik Programming (NLP), berbicara mengenai bagaimana cara pengendalian fisiologis bisa mempengaruhi atau mengendalikan emosi dan otak. Tinggi rendahnya kemampuan fisiologis ini tergantung pada tinggi atau rendahnya tingkat kesehatan tubuh. Secara sederhana NLP berperan melalui pengendalian fisiologis yang baik dapat meningkatkan atau mengembangkan pola pikir yang lebih baik. Pola pikir yang membuat perilaku seseorang sehari-hari menjadi kompetitif, mampu mencapai hasil kerja yang luar biasa dan pada akhirnya akan membuat seseorang mencapai kehidupan yang lebih baik dan bernilai (Taufik Bahaudin, 1999:332).
            Daniel Goleman menjelaskan, seseorang dalam menjalani kehidupan dan belajar bukan saja melibatkan IQ tetapi juga melibatkan emosi Suasana dan pikiran, kekuatan emosi), bekerja sama dalam pikiran dan rasional, mengaktifkan atau menonaktifkan pikiran sehingga dapat menuntun keputusan seseorang setiap waktu. IQ tidak dapat bekerja pada puncaknya jika tidak ada keterlibatan emosional (Bobbi de Porter dkk,2000:22)
            Perpaduan quantum learning lainnya adalah pemercepatan belajar (accelerated learning), merupakan seperangkat metode dan teknik pembelajaran yang memungkinkan anak didik dan kecepatan yang mengesankan, tetapi melalui upaya normal dengan penuh keceriaan. Belajar quantum menyatukan permainan. Hiburan, cara berfikir dan bersikap positif. Kebugaran fisik dan kesehatan emosional yang terpelihara dan dikemas secara sinergis dalam aktivitas pembelajaran mendorong terjadinya pemercepatan belajar (Nandang Hidayat.2004).
Berdasarkan uraian pengertian quantum learning dapat ditarik kesimpulan bahwa quantum learning adalah suatu metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan inteksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan otak dapat menciptakan sebuah interaksi yang baik dalam proses belajar yang akhirnya dapat menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar.
Berikut ini disajikan contoh peta pikiran (mind mapping) yang dapat bermanfaat untuk semua kegiatan. (Tony Buzan, 2004).
3.    Model Pengembangan Instruksional
Adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Twelker, 1972)
1. Model Pengembangan Instruksional : Model Briggs
a)      Mau Kemana?
b)      Identifikasi masalah/ tujuan, rumusan tujuan, penyusunan materi/ silabus, analisis tujuan
c)      Dengan Apa?
d)     Analisis tujuan, jenjang belajar dan strategi instuksional, rancangan instuksional
e)      Bilamana Sampai?
f)       Penyusunan tes, evaluasi belajar (formatif, sumatif)

2. Model Instructional Design by Kemp
    Terdiri dari 8 langkah:
a.          Menentukan TIU dan pokok bahasa
b.         Menganalisa karakteristik peserta didik
c.          Menentukan TIK
d.         Menentukan materi/ bahan
e.          Menentukan pre-test
f.                      Menentukan strategi
g.         Mengkoordinasi sarana penunjang
h.         Mengevaluasi
3. Model Instructional Development Institute (IDI)
Terdiri dari 3 tahap besar:
a. Define (pembatasan):
1)                      identifikasi masalah
2)                      analisis latar belakang
3)                      pengelolaan organisasi
b. Develop (pengembangan):
1)                      identifikasi tujuan
2)                      penentuan metode
3)                      penyusunan prototipe
c. Evaluate (penilaian):
1)                      uji coba prototipe
2)                      analisis hasil
3)                      pelaksanaan
Langkah-Langkah Pengembangan Instruksional (Modifikasi Model IDI)
1. Tahap identifikasi
a.         analisis kebutuhan
b.        analisis karakteristik peserta didik

2. Tahap pengembangan
a.         perumusan tujuan instruksional
b.        analisis tugas dan jenjang belajar
c.         strategi instruksional
d.        pengembangan prototipe
3. Tahap evaluasi
a.          uji coba
b.         review dan revisi
c.          implementasi
d.         evaluasi
Tahap Identifikasi:
a.      Analisa Kebutuhan
b.       Analisis karakteristik peserta didik: memperoleh gambaran:
1)                  tingkat kemampuan awal
2)                  hal-hal yang pernah mereka alami/ pengalaman
3)                  tingkat kemahiran/ pengetahuan/ istilah-istilah
4)                  media yang cocok bagi mereka
5)                  hal-hal yang perlu diperhatikan untuk melayani kebutuhan
                        khusus
6)                  latar belakang sosial budaya
Analisis karakteristik dimaksudkan sebagai sarana mendapat petunjuk-petunjuk praktis untuk menyesuaikan:
1.                   isi ajaran dan tingkat kedalaman/ luasnya pembahasan
2.                   urutan dan cara penyajian (termasuk penentuan media)
3.                   jenis kegiatan belajar
Perbandingan Beberapa Model Pengembangan Instruksional:
1.                   Perbedaan: Istilah yang dipakai, urutan, dan kelengkapan
langkah
2.                   Persamaan:
Mengandung tiga kategori kegiatan pokok yaitu:
a.                    penentuan masalah
b.                   analisis dan pengembangan pemecahan masalah
c.                    evaluasi sistem
Kesemuanya dihubungkan dengan sistem umpan balik
1. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind mapping) terhadap Prestasi Belajar Siswa
               Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes yang dapat melihat pencapaian hasil belajar sisiwa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar. Tes prestasi belajar yang dilaksanakan oleh siswa memiliki peranan penting, baik bagi guru ataupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi guru, tes prestasi belajar dapat mencerminkan sejauh mana materi pelajaran dalam proses belajar dapat diikuti dan diserap oleh siswa sebagai tujuan instruksional. Bagi siswa tes prestasi belajar bermanfaat untuk mengetahui sebagai mana kelemahan-kelemahannya dalam mengikuti pelajaran.
               Mind mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton karena mind mapping memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling berkaian satu sama lain. Sehngga akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.
               Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang memusatkan kegiatan belajar pada guru. Siswa hanya duduk, menengarkan dan menerima informasi. Cara penerimaan informasi akan kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat, walaupun ada proses penguatan yang berupa pembuatan catatan, siswa membuat catatan dalam bentuk catatan yang monoton dan linear.
               Penggunaan metode pembelajaran yan sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar siswa. Dengan metode pembelajaran yang yang sesuai siswa dapat mencapai prestasi belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam dirinya. Metode quantum learning adalah metode yang sangat tepat untuk pencapian hasil belajar yang diinginkan dan untuk pengembangan potensi siswa. proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di dalam dirinya, emosi dapat mempngaruhi pencapaian hasil belajar apakah hasilnya baik atau buruk. Metode pembelajaran kuantum berusaha menggabungkan kedua belahan otak yakni otak kiri yang berhubungan dengan hal yang bersifat logis (seperti belajar) dan otak kanan yang berhubungan dengan keterampilan (aktivitas kreatif).
Salah satu teknik mencatat yang dikembangkan dalam metode pembelajaran kuantum adalah teknik pemetaan (mind mapping). Dengan digunakannya mind mapping maka akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Dengan adanya teknik mind mapping atau pemetaan pikiran diduga prestasi siswa akan meningkat.
2. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) terhadap kreativitas (sikap kreatif siswa).
               Kreativitas adalah segala potensi yang terdapat dalam setiap diri individu yang meliputi ide-ide atau gagasan-gagasan yan dapat dipadukan dan dikembangkan sehingga data menciptakan suatu produk yang baru dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kreativitas muncul karena adanya motivasi yang kuat dari diri individu yang bersangkutan. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan melalui serangkaian tahapan yang memerlukan waktu relatif lama. Secara efektif individu kreatif memiliki ciri rasa ingin tahu yan besar, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru
               Mind mapping dapat menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada , sehingga mnimbulkan adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. dengan penggunaan warna dan simbol –simbol yang menari akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar
               Siswa cenderung membuat catatan dalam bentuk linier dan panjang sehingga siswa mengalami kesulitan dalam mencari pokok ataupun point-point materi pelajaran yang telah dipelajari. Dalam metode konvensional siswa tidak banyak terlibat baik dari segi berfikir dan bertindak. Siswa hanya menerima informasi yang telah diberikan oleh guru tanpa adanya keterlibatan kegiatan psikomotoriknya.
Sistem limbic pada otak manusia memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan pengaturan informasi (memori) dari memori jangka pendek menjadi memori jangka panjang secara tepat.
Dalam proses belajar, siswa meginginkan materi pelajaran yang diterima menjadi memori jangka panjang sehingga ketika materi tersebut diperlukan kembali siswa dapat mengingatnya. Belahan neocortex juga memiliki peranan penting dalam penguatan memori. Belahan otak kiri yang berkaitan dengan kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian (aktivitas kademik). Belahan otak kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut sebagai aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara bersamaan maka informasi (memori) yang diterima dapat bertahan menjadi memori jangka panjang. Mind mapping merupakan teknik mencatat yang memadukan kedua belahan otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran yang dimiliki siswa dapat dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind Mapping mewujudkan harapan siswa untuk memori jangka panjang. Materi pelajaran yang dibuat dalam bentuk peta pikiran akan mempermudah sistem limbic memproses informasi dan memasukkannya menjad memori jangka panjang.
Keuntungan lain penggunaan catatan mind mapping yaitu membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan sistim imbik yaitu peranaannya sebagai pengatur emosi seperti marah, senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak ragu dan malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran yang terdapat dalam pembelajaran kuantum adalah salah satu produk kreatif bentuk sederhana yang dapat dikembangkan. Dengan teknik mencatat pemetaan pikiran diduga kreatifitas(sikap kreatif) siswa akan meningkat.
Kini kita sampai pada pembuatan satuan acara instruksional sebagai persiapan untuk suatu kegiatan instruksional, baik itu kuliah, mengajar, ceramah, ataupun tindakan komunikasi kepada sekelompok sasaran. Persiapan itu kita susun ke dalam suatu pola yang dinamakan Satuan Acara Instruksional (SAI) atau Satuan Acara Pembelajaran (SAP), bergantung pada konteks mana pola itu diperuntukkan. Di sekolah dikenal SAP, juga di perguruan tinggi. Namun, untuk konteks instruksional yang lebih luas kami menyebutnya dengan SAI.
Manfaat SAI atau SAP yang terpenting ialah sebagai bahan pedoman bagi seorang komunikator, yakni guru, instruktur, penyuluh lapangan, penatar, atau para praktisi komunikasi lainnya dalam melakukan kegiatannya mengkomunikasikan ide atau gagasannya kepada sasaran. Pola SAI-SAP ini juga bisa dibuat untuk satu paket program lengkap selama beberapa kali waktu pertemuan ataupun hanya untuk satu kali penampilan saja. Pada kegiatan instruksional di sekolah dan di perguruan tinggi, pola ini bisa dibuat secara lengkap, misalnya untuk satu mata pelajaran atau mata kuliah selama satu semester. Namun, untuk kegiatan komunikasi instruksional lainnya seperti misalnya penataran, penyuluhan, atau ceramah pola pembuatannya bisa disesuaikan dengan luasnya bidang garapan, ruang lingkupnya, dan alokasi waktu yang tersedia. Bisa setengah jam, satu jam, dua jam, atau beberapa jam yang dilaksanakan dalam sekali, dua kali, atau beberapa kali penampilan, misalnya.
Secara ringkas pembuatan SAI-SAP bisa menganut berbagai cara, baik berupa topik-topik yang diuraikan maupun berupa kolom-kolom yang perlu diisi dengan item yang disediakan. Pada umumnya butir-butir yang termuat dalam rencana program SAI-SAP terdiri dari kolom bidang ilmu, subbidang ilmu, topik atau pokok bahasan, sasaran, TIU, TIK, pokok-pokok materi, media yang digunakan, waktu yang tersedia, evaluasi, dan kolom untuk sumber bacaan. Butir-butir tersebut tidak mutlak harus seperti itu; ada juga orang yang menambahkan beberapa kolom lagi untuk kegiatan bidang tertentu sesuai dengan rincian yang ditetapkannya.

C. Pengabilan Keputusan Tentang Pendidikan
Menurut heinich (1970),aplikasi pendidikan tidak hanya secara langsung berpengaruh terhadap keputusan yang diambil mengenai proses pendidikan.aplikasi itu membawa dampak pada yang memetuskan isi yang diajarkan ,pemilihan isi serta tingkat standarisasinya,kuantitas dan kulitas yang disediakan ,siapa yang merancang sumber belajar dan bagaimana  memproduksi sumber belajar itu,siapa dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran ,serta berinteraksi dengan sipembelajar.
1.    Penetapan isi
            Teknologi pendidikan mengalihkan penetapan isi pada tingkat perencanaan  dan penentuan kurikulum .hal ini berarti menggeser sebahagian  besar penetapan isi dari tangan para instruktur perorangan,dan sebahagian kecil dari tangan kondidi kurikulum wilayah.
2.    Standarisasi dan pilihan
            “Salah satu kecendrungan kuat di masa yang akan datang adalah gerakan umum kearah standarisasi “hal ini mulai terbukti  meskipun tidak secepat yang yang diperkirakan.dengan makin meningkatnya  pemanfaatan program media,makin banyaknya lembaga yang mulai menawarkan program pembelajaran  yang sama.
3.    Rancangan pembelajaran
            Orang yang melaksanakan kegiatan merancang serta teknik yang dipergunakan akan mengalami perubahan dengan adanya pembelajaran yang bermedia.kegiatan merancang pembelajaran dilakukan oleh seseorang yang menggunakan metode perencanaan  pembelajaran yang tradisional dimana buku teks menjadi sumber yang utama.
4.    Produksi bahan pembelajaran
            Pembelajaran yang bermedia akan mengubah pula orang-orang yang melaksanakan kegiatan produksi   serta teknik maupun kualitas produksi mereka.
5.    Evaluasi pembelajaran
            Dalam pembelajaran yang tradisioanal,evaluasi pembelajaran dan bukannya penilaian terhadap siswa sering kali  merupakan fungsi yang terabaikan.dalam teknologi pendidikan khususnya program media ,fungsi evaluasi menduduki  peran utama. Evaluasi pembelajaran dilakukan baik pada tahap pengembangan maupun tahap pemanfaatannya  dalam menentukan efektifitas dalam mengidentifikasi  bagian yamg memerlukan penyempurnaan.

6.    Pengukuran belajar
            Dengan pembelajaran bermedia teknil mengukur prestasi siswa  menjadi bagian dari pembelajaran ,tes bukan merupakan tambahan melainkan bagian integral dari pembelajaran
7.    Peranan guru dan system sekolah
            System sekolah akan berhadapan dengan berbagai altenatif   kelembagaan yang memberikan kemungkinan terjadinya belajar, guru akan berhadapan denganpara ahli yamg melaksanakn peranan tradisional guru dalam menentukan isi,merancang dan memproduksi pembelajaran interaksi dengan dan pengukuran siswa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar