BAB V
PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
A.
Latar
Belakang
Adapun cara
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah dengan menyusun
struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal dan struktur
horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana bahan/mata pelajaran
diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu. Strategi
pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk
satuan-satuan pelajaran. Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul
diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang
dicantumkan.
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau
jalan yang harus dilalui dalam proses belajar, pembelajaran memiliki dua unsur
penting yakni siswa dan guru. Guru memiliki peranan penting dalam menerapkan
metode pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan. Terdapat dua fungsi utama dalam teknologi
instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya, yaitu
fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional. Fungsi
pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses dalam
menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha
pemecahan masalah.
Aplikasi pembelajaran membawa dampak
pada siapa yang memutuaskan isi yang diajarkan; pemilihan isi serta tingkat
standardisasinya; kuantitas dan kualitas sumber yang disediakan; siapa yang
merancang sumber belajar dan bagaimana caranya, serta siapa dan bagaimana
memproduksinya sumber belajar itu; siapa dan bagaimana mengevaluasi
pembelajaran; siapa dan bagaimana berinteraksi dengan si-belajar; siapa dan
bagaimana menilai perbuatan si-belajar.
B. Organisasi Kurikulum
1.
Pengertian
Kurikulum
Tentu telah kita pahami bahwa kurikulum merupakan
sesuatu yang sangat diperlukan dalam dunia persekolahan. Tanpa adanya sebuah
kurikulum, dipastikan proses pendidikan tidak akan terarah dan dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Guru akan kesulitan menjabarkan urutan dan cakupan
materi pembelajaran yang ditempuhnya, proses pembelajaran yang diselenggarakan,
alat/media yang digunakan, penilaian yang perlu dilakukan, dsb.
Salah satu hal yang penting kurikulum adalah organisasi kurikulum itu sendiri.
Organisasi kurikulum adalah struktur program
kurikulum yang berupa kerangka umum program-program pengajaran yang akan
disampaikan kepada murid (Nurgiyantoro, 1988:111). Menurut Nasution (1982:135),
organisasi kurikulum adalah pola atau bentuk bahan pelajaran yang disusun dan
disampaikan kepada murid-murid. Struktur program dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu struktur horizontal dan struktur vertikal. Struktur horizontal
berkaitan dengan bagaimana bahan/ mata pelajaran diorganisasikan/ disusun dalam
pola-pola tertentu. Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem
pelaksanaan kurikulum di sekolah. Melalui organisasi kurikulum ini, guru
dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran yang jelas tentang tujuan
program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan materi, penyajian materi,
serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang
kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau
model kurikulum yang dianutnya. Ketika Kita ditanya, ”Apa saja yang Kita
pelajari semasa di SMP?”, jawaban Kita umumnya akan mengacu pada nama-nama mata
pelajaran yang diajarkan. Kemudian, bila pertanyaan dilanjutkan dengan
“Bagaimana kaitan antar-materi pelajaran yang Kita pelajari?”, Kita pun bisa
jadi akan menjawab, “Wah, kadang-kadang tumpang tindih. Ada materi yang sudah
dipelajari pada mata pelajaran yang satu, dibahas pula pada mata pelajaran yang
lain.” Saudara, ilustrasi tersebut menggambarkan di antaranya bagaimana sebuah
kurikulum diorganisasikan. Namun demikian, kita menyadari bahwa cara
mengorganisasikan kurikulum itu bermacam-macam. Tidak satu cara. Masing-masing
cara memiliki kekuatan dan kelemahan. Sebagai guru atau pendidik, Kita
pun berperan sebagai pengembang kurikulum yang perlu memahami dengan baik bagaimana
kurikulum diorganisasikan. Oleh karena itu, pada makalah ini kita akan
mempelajari seluk-beluk perngorganisasian kurikulum. Dengan mempelajari unit
ini, Kita diharapkan dapat:
1. menjelaskan konsep dasar
organisasi kurikulum.
2. menjelaskan bentuk struktur
program horizontal.
3. menjelaskan struktur
program vertical.
4. menganalisis struktur
program kurikulum yang digunakan sekolah.
Organisasi
kurikulum, yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran di susun dan di sampaikan
kepada murid – murid, merupakan suatu dasar yang sekali dalam pembinaan
kurikulum dan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak
tercapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya
dan cara menyajikannya kepada murid – murid. Karena kurikulum merupakan rencana
untuk keperluan pelajaran anak, maka bahan pelajaran harus dituangkan dalam
organisasi tertentu agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Organisasi kurikulum
dimaksudkan untuk memudahkan anak belajar. Organisasi atau disain kurikulum
bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Telah kita
bicarakan bahwa sumber bahan pelajaran untuk kurikulum ialah: pengetahuan,
masyarakat dan anak. Kurikulum bermacam bentuknya. Yang paling terkenal dan
pemakaian yang luas adalah subjec curiculum. Subjec curiculum yaitu mata
pelajaran. setiap kurikulum juga mempunyai subjec mater yaitu bahan
pelajaran(integreted kurikulum).
Maka dengan demikian diperoleh jenis organisasi
kurikulum sebagai berikut:
a. kurikulum berdasarkan mata
pelajaran (subjec curiculum)
1) mata pelajaran terpisah-pisah(separate
subject curiculum)
2) mata pelajaran gabungan (correlated
curiculum)
b. kurikulum terpadu (integreted
curiculum)
1) berdasarkan “social
functions” atau “major areas of living”
2) berdasarkan
masalah-masalah, minat dan kebutuhan pemuda
3) berdasarkan
pengalaman pemuda (experince curriculum, activity curriculum)
4) kurikulum inti (core
curriculum)
2. Faktor – Faktor Dalam Organisasi
Kurikulum
a.
Scope
Scope
atau ruang lingkup kurikulum berkenaan dengan bahan pelajaran yang harus di
liputi. Scope menentukan apa yang akan di pelajari, Biasanya yang menentukan
scope termasuk sequence (urutan) adalah para ahli pengembang kurikulum di bantu
oleh ahli di siplin ilmu, juga pengarang buku, penyusun program latiahan atau
kursus.
b. Sequence
atau Urutan
Sequence
menentukan urutan bahan pelajaran di sajikan, apa yang dahulu apa yang
kemudian, dengan maksud agar poses belajar berjalan dengan baik. Faktor –
faktor yang turut menentukan urutan bahan pelajaran antara lain : kematangan
anak, latar belakang pengalaman atau pengatahuan, tingkat inteligenci, minat,
kegunaan bahan, dan kesulitan bahan pelajaran.
c.
Continuitas
Dengan
continuitas di maksud bahwa bahan pelajaran senantiasa meningkat dalam keluasan
dan kedalamannya. Dengan bahan yang di pelajari siswa di hadapkan dengan bahan
yang lebih kompleks, buah fikiran yang lebih sulit, nilai – nilai yang lebih
tinggi, sikap yang lebih halus, ketelitian yang lebih cermat, operasi mental
yang lebih matang
d.
Integrasi
Dengan
kurikulum berdasarkan mata pelajaran yang terpisah – pisah besar kemungkinan
pengetahuan yang di miliki para siswa lepas – lepas. Adnya fokus bahan pelajara
terpadu berupa konsep, prinsip, masalah membuka kemungkinan menggunakan
berbagai di siplin secara fungsional.
e.
Keseimbangan
Keseimbangan
dapat di pandang dari dua segi, yaitu (1). Keseimbangan isi, yaitu tentang apa
yang di pelajari dan (2) keseimbangan cara atau proses belajar. Tidak semua
siswa dapat belajar secara efektif dengan cara yang sama. Maka perlu berbagai
macam metode dan kegiatan belajar.
c. Distribusi Waktu
Kurikulum
harus di tuangkan dalam bentuk kegiatan belajar beserta waktu yang di sediakan
untuk masing – masing pelajaran. Di sini di hadapi masalah distribusi atau
pembagian waktu, yang harus menjawab pertanyaan seperti berapa tahun suatu mata
pelajaran harus di berikan, berapa kali seminggu dan berapa lama tiap
pelajaran.
Organisasi kurikulum merupakan hal yang terpenting dalam mencapai tujuan
pendidikan, oleh sebab itu pengorganisasian dalam kurikulum sangat diperlukan
dan diharuskan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Melalui
organisasi kurikulum ini, guru dan pengelola pendidikan akan memiliki gambaran
yang jelas tentang tujuan program pendidikan, bahan ajar, tata urut dan cakupan
materi, penyajian materi, serta peran guru dan murid dalam rangkaian pembelajaran. Cara pengembang
kurikulum mengorganisasikan kurikulum akan berkaitan pula dengan bentuk atau
model kurikulum yang dianutnya.
Adapun cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan adalah
dengan menyusun struktur program organisasi kurikulum yaitu struktur vertikal
dan struktur horizontal. Struktur horizontal berkaitan dengan bagaimana
bahan/mata pelajaran diorganisasikan/disusun dalam pola-pola tertentu.
Adapun struktur vertikal berkaitan dengan sistem pelaksanaan kurikulum di
sekolah. Untuk lebih jelasnya akan di bahas di bawah ini.
a. Struktur Horizontal
Struktur horizontal
dalam organisasi kurikulum adalah suatu bentuk penyusunan bahan pelajaran yang
akan disampaikan kepada siswa. Hal ini berkaitan erat dengan tujuan pendidikan,
isi pelajaran, dan strategi pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan struktur
horizontal ini terdapat tiga macam
bentuk penyusunan kurikulum. Ketiganya ialah
(1) separate-subject-curriculum,
(2) correlated-curriculum, dan
(3) integrated-curriculum.
Adapun yang harus diingat, bahwa pembedaan menjadi tiga macam bentuk
tersebut lebih bersifat teoretis, karena pada kenyataannya tidak ada kurikulum
yang secara mutlak dikembangkan dengan hanya salah satu bentuk saja dengan
tanpa mengaitkannya dengan yang lain.
1) Konsep dasar separate subject
curriculum
Apa dan
bagaimanakah separate-subject
curriculum itu?
Kurikulum ini menekankan penyajian bahan pelajaran dalam bentuk bidang
studi atau mata pelajaran. Masing-masing mata pelajaran ditetapkan berdasarkan
disiplin keilmuan. Isinya ialah pengetahuan yang telah tersusun secara logis
dan sistematis dari masing-masing bidang
keilmuan. Antarmata merupakan unsur yang terpisah-pisah. Tak ada pengaitan
antarsatu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Ppenetapan materi pelajaran Bahasa Indonesia,
misalnya, dilakukan untuk mencapai empat keterampilan berbahasa saja (menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis). Mengenai apa yang disimak, yang dibicarakan,
yang dibaca, dan yang ditulis bebas saja, bisa mengenai energi, masyarakat,
dll., tanpa dikaitkan dengan isi mata
pelajaran lain, yang terkait sekalipun (fisika dan sosiologi). Yang penting,
apa yang tersajikan dalam mata pelajaran itu sistematis secara internal mata
pelajaran itu sendiri. Jumlah mata pelajaran dan alokasi waktu yang diberikan
bervariasi, sesuai dengan tingkat dan jenis sekolah.Tingkat-tingkat sekolah
sebagaimana kita ketahui adalah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. Sementara jenis
sekolah biasanya menacu pada sekolah umum dan sekolah kejuruan. Masing-masing
tingkat dan jenis sekolah memerlukan cakupan dan spesifikasi bahan pelajaran
yang berbeda-beda. Bahan pelajaran itu selanjutnya dipilah-pilah berdasarkan
satuan kelas dan semesternya.
Dengan demikian,
pengorganisasian separate-subject
curriculum benar-benar disusun dengan
berorientasi pada mata pelajaran
(subject centered). Pengorganisasian kurikulum ini dilatarbelakangi oleh
pandangan ilmu jiwa asosiasi, yang mengharap-kan terbangunnya kepribadian yang
utuh berdasarkan potongan-potongan pengetahuan. Kurikulum bentuk terpisah ini
sangat menekankan pada pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan
pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan. Saudara, penyusunan separate-subject curriculum biasanya
dilakukan tim pengembang yang telah ditunjuk di tingkat nasional. Tim ini
menentukan seluruh pengalaman edukatif, luas bahan pelajaran (scope) yang harus disajikan dan dipelajari
siswa, serta waktu penyajian bahan pelajaran.
Hal lain yang penting dalam pengorganisasian kurikulum ialah pengurutan
(sequence) bahan pelajaran. Pengurutan harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar terjaga kesinambungan
bahan. Harus dihindari keterulangan bahan pelajaran yang sudah pernah
dipelajari siswa di kelas sebelumnya, dan keterlewatan bahan pelajaran.
Sebelumnya telah disinggung bahwa penyusunan kurikulum jenis ini dilakukan
oleh tim. Tim ini terdiri atas para tokoh dan ahli pendidikan serta para ahli
dalam disiplin keilmuan tertentu. Mereka inilah yang menetapkan apakah yang
diperlukan siswa kelak dalam kehidupannya di masyarakat. Jadi, dalam kurikulum
ini memang sudah ditetapkan pengalaman-pengalaman apa saja yang akan ditempuh siswa
dalam belajar. Oleh karena itu, biasanya bahan pelajaran dan bahkan buku
pelajarannya, telah disiapkan sebelumnya.
Saudara, terdapat sejumlah
persoalan yang muncul sebagai akibat pengorgani-sasian kurikulum seperti itu.
Pertama, karena dibangun oleh tim khusus, apalagi tingkat nasional, maka bisa
dibayangkan adanya keseragaman yang terjadi. Untuk negara Indonesia yang begitu
luas, dari Sabang hingga Merauke, menggunakan
kurikulum yang sama. Padahal, daerah-daerah di wilayah Indonesia ini
sangat berbeda kondisinya. Kedua,
keberadaan buku pelajaran (paket) kerap menimbulkan salah penyikapan bahwa
kurikulum itu buku pelajaran. Pada kasus ini terjadilah penyem-pitan substansi.
Keadaan ini biasanya menimpa guru yang tidak profesional. Apa pun yang terjadi,
yang diajarkan dan disajikan kepada para siswa hanya buku paket itu saja.
Sebaliknya, bagi guru yang yang profesional, ia tidak akan mau diperhamba oleh
satu buku (paket) saja. Dia tentu akan menambah referensi lain untuk
memperkaya, memperdalam, dan menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan
selaras dengan kebutuhan siswa.
a) Kelebihan separated-subject curriculum :
- Bahan
pelajaran tersajikan secara logis dan sistematis
Dalam kurikulum ini, bahan telah
disiapkan dan disusun secara sistematis, logis, dan berkesinambungan.
Penyusunan bahan telah menggunakan urutan yang tepat, dari yang mudah menuju
yang sukar, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Ilmu pengetahuan yang
akan disampaikan kepada anak sudah dalam urutan logis sebagaimana yang telah
ditata dan dipikirkan oleh para ahli. Dengan demikian, penggunaan kurikulum ini
akan memudahkan guru dalam menyajikan materi, dan dipandang lebih efektif
dan efisien, karena pihak sekolah dan
guru tinggal menyampaikan saja
- Organisasi kurukulum
sederhana serta mudah direncanakan dan dilaksanakan
Karena tiap mata pelajaran
disikapi sebagai suatu satuan yang otonom, maka perhatian dan penyusunan bahan
hanya sebatas mata pelajaran itu
sendiri. Keseder-hanaan inilah yang menjadikan kurikulum mudah disusun dan
dilaksanakan oleh para pengembang maupun guru. Kurikulum ini juga mudah untuk
direorganisasi, ditambah, atau dikurangi. Penentuan jumlah, cakupan, dan urutan
mata pelajaran tidak seberapa menimbulkan banyak masalah Dalam pelaksanaan kurikulum, guru umumnya
dapat berpegang pada buku pelajaran yang telah ditentukan, dan mengajarkannya
bab demi bab. Apa yang diajarkan sudah ditentukan lebih dahulu, sehingga guru
dapat menyesuaikan jumlah waktu yang ditentukan dengan bahan pelajaran yang
tersedia.
- Kurikulum
mudah dinilai
Kurikulum ini utamanya bertujuan
menyampaikan sejumlah pengetahuan, pengertian, dan kecakapan-kecakapan tertentu
yang mudah dinilai dengan tes. Bahan pelajaran pun bisa ditentukan dengan
menetapkan buku-buku pelajaran yang harus digunakan oleh suatu daerah, atau
bahkan satu negara. Hal ini akan memudahkan dilakukannya ujian umum yang sama
dalam satu wilayah negara. Dengan mudahnya pelaksanaan ujian, maka mudah pula
mendapatkan data seandainya diperlukan perubahan-perubahan. Misalnya bila
materi sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman, baik menyangkut keseluruhan
komponen bahan ataupun sebagian, maka dengan segera dapat dilakukan perubahan
atau penyesuaian isi kurikulum.
- Memudahkan
guru sebagai pelaksana kurikulum
Umumnya pendidikan guru
mempersiapkan calon guru/guru (tingkat sekolah lanjutan) untuk mengajarkan mata
pelajaran tertentu. Dengan kurikulum ini, apa yang akan diajarkan guru sejalan
betul dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya saat kuliah.
Lebih-lebih bila mereka telah memiliki pengalaman mengajar bertahun-tahun.
Mereka menjadi sangat menguasai bahan pelajaran dan lebih merasa aman dengan
menggunakan kurikulum subject-centered ini.
- Kurikulum
ini juga dipakai di perguruan tinggi
Manajemen kurikulum di terguruan
tinggi pada umumnya menerapkan speparated subject curculum. Mahasiswa
mempelajari bidang keilmuan secara terkonsentrasi. Karena saat di sekolah
menengah mereka juga diajar dengan menggunakan model kurikulum yang sama, maka para
siswa lulusan sekolah menengah yang melanjutkan ke perguruan tinggi telah terbiasa dengan belajar dalam
situasi kurikulum seperti ini.
- Kurikulum
ini mudah diubah
Perubahan kurikulum yang terjadi
umumnya didasarkan pada organisasi mata pelajaran. Penyesuaian kurikulum dengan
kebutuhan zaman biasanya dilakukan dengan menambah mata pelajaran, bisa juga
meluaskan atau menyempitkan materi pelajaran. Hal seperti ini tentu akan mudah
dilaksanakan pada kurikulum yang diorganisasikan dengan cara separated subject curiculum, karena
masing-masing mata pelajaran bersifat terpisah. Dengan demikian penambahan,
pengurangan, ataupun cakupan materi pun tidak akan mengganggu pelajaran lain.
b) Kelemahan Separate-Subject Curriculum
- Mata
pelajaran terpisah-pisah
Mata pelajaran dalam
kurikulum ini diberikan secara terpisah-pisah. Tidak ada upaya menghubungkan
antara satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya. Hal ini menjadikan peserta didik akan menerima pengetahuan secara
terpisah-pisah, dalam konsentrasi masing-masing mata pelajaran. Padahal,
pelbagai persoalan kehidupan yang riil umumnya perlu dihadapi dengan
pengetahuan yang menyeluruh atau terpadu.
Dengan demikian, anak masih sering mengalami kegagapan pada saat
menghadapi persoalan sehari-hari dengan berbagai konteksnya.
- Kurang
memperhatikan masalah kehidupan sehari-hari
Penyampaian kurikulum ini
semata-mata menggunakan pendekatan ilmu pengetahuan. Bahkan kadang-kadang
materi yang dipelajari siswa tidak ada relevansinya dengan kebutuhan hidup.
Bila anak sudah bisa memecahkan permasalahan-permasalahan di sekolah dianggap
dengan sendirinya akan mampu mentransformasikannya dalam menghadapi persoalan
kehidupan sehari-hari. Padahal, kenyataan hidup di luar sekolah berbeda sekali
dengan apa yang biasa terjadi di sekolah.
- Cenderung
statis dan ketinggalan zaman
Karena pengetahuan dianggap
sebagai hal yang telah ditemukan orang masa lalu, maka kegiatan belajar siswa
di sekolah hanya mempelajari apa yang sudah
ada dan disiapkan. Akibatnya, buku pelajaran yang digunakan pun bisa
berlaku bertahun-tahun, tanpa pernah melakukan revisi. Bila ini yang terjadi,
maka semuanya akan menjadi statis. Buku pegangan guru tetap itu-itu saja.
Padahal, kehidupan manusia terus berkembang secara dinamis. Apa yang dianggap
benar pada masa lalu, belum tentu dianggap benar pada masa sekarang. Apalagi
bila ada guru “tertutup” yang fanatik pada satu buku, karena buku itulah yang
dulu dipelajarinya, maka dianggaplah apa yang ada dalam buku itu yang paling benar.
- Tujuan
kurikulum sangat terbatas
Separated subject curriculum
hanya menekankan pada aspek intelektual, dan mengabaikan aspek emosional dan
sosial. Padahal, ketiga aspek itu sama pentingnya bagi tumbuh-kembang siswa
secara utuh. Karena hanya menekankan aspek intelektual, maka anak akan
mengalamai persoalan pada saat harus terjun ke masyarakat untuk menjalani
kehidupannya sehari-hari. Materi pelajaran pun disamaratakan untuk semua
peserta didik, tanpa memperhatikan perbedaan individu. Karena itu pula,
kurikulum separated subject curriculum
dipandang tidak demokratis.
3.
Jenis-jenis organisasi kurikulum
a. Mata
pelajaran terpisah (separated curriculum)
Kurikulum
ini menyajikan segala bahan pelajaran dalam berbagai macam mata pelajaran yang terpisah-pisah
satu sama lain, terlepas dan tidak mempunyai kaitan sama sekali sehingga
banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Beberapa hal
positif dari separated curriculum ini adalah : Bahan pelajaran disajikan secara
sistematis dan logis dapat dilaksanakan untuk mewariskan nilai-nilai budaya
terdahulu
Kurikulum ini mudah diubah dan
dikembangkan. Bentuk kurikulum ini mudah dipola, dibentuk, didesain bahkan
mudah untuk diperluas dan dipersempit sehingga mudah disesuaikan dengan waktu
yang ada.
Sedangkan beberapa kritik terhadap
kurikulum ini antara lain: Mata pelajaran terlepas-lepas satu sama lain. Tidak
atau kurang memperhatikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sudut psikologis, kurikulum demikian mengandung kelemahan: banyak terjadi
verbalitas dan menghafal serta makna tujuan pelajaran kurang dihayati oleh anak
didik. Kurikulum ini cenderung statis dan ketinggalan dari perkembangan zaman.
2. Mata
pelajaran gabungan (corelated curriculum)
Yaitu
kurikulum yang menekankan perlunya hubungan diantara satu pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan cirri atau karakteristik tiap
bidang studi tersebut. Misalnya Sejarah dan Ilmu Bumi dapat diajarkan untuk
saling memperkuat. Ada tiga jenis korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis
mata pelajaran. Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan.
Fakta-fakta sejarah disajikan melalui penulisan karangan sehingga menambah
kemungkinan menikmati bacaannya oleh siswa. Korelasi deskriptif, korelasi ini
dapat dilihat pada penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih
mata pelajaran. Misal psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu
Pengetahuan Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi
untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial. Korelasi normatif, hampir sama
denagan korelasi deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang
bersifat moral sosial. Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan
prinsip-prinsip moral sosial dan etika. Beberapa kelebihan kurikulum ini
adalah: Dengan korelasi, pengetahuan murid lebih integral, tidak terlepas-lepas
(berpadu). Dengan melihat hubungan erat
antara mata pelajaran satu dengan yang lain, minat murid bertambah. Korelasi
memberikan pengertian yang lebih luas dan mendalam karena memandang dari
berbagai sudut. Dengan korelasi maka yang diutamakan adalah pengertaian dan
prinsip-prinsip bukan pengetahuan akan fakta, dengan begitu lebih memungkinkan
penggunaan pengetahuan secara fungsional bagi murid-murid. Berikut beberapa
kelemahan dari kurikukum mata pelajaran gabungan ini adalah : Sulit untuk
menghubungkan dengan masalah-masalah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari,
sebab dasarnya subject centered. Brood fields tidak memberikan pengetahuan yang
sistematis dan mendalam untuk sesuatu mata pelajaran sehingga hal ini dipandang
kurang cukup untuk bekal mengikuti pelajaran di perguruan tinggi.
3. Kurikulum
terpadu (integrated curriculum)
Yaitu
kurikulum yang menyajikan bahan pembelajaran secara unit dan keseluruhan tanpa
mengadakan batas-batas antara satu mata pelajaran dengan yang lainnya. Ciri-ciri
kurikulum terintegrasi ini antara lain : Berdasarkan filsafat pendidikan
demokrasi, berdasarkan psikologi belajar gestalt dan organismik, berdasarkan
landasan sosiologis dan sosiokultural, berdasarkan kebutuhan, minat dan tingkat
perkembangan atau pertumbuhan siswa.
a)
Bentuk kurikulum ini tidak hanya ditunjang oleh semua
mata pelajaran atau bidang studi yang
ada, tetapi lebih luas. Bahkan mata pelajaran baru dapat saja muncul dan
dimanfaatkan guna pemecahan masalah
Sistem penyampaian menggunakan sistem pengajaran unit, baik pengalaman (experience) atau pelajaran (subject matter unit). Peran guru sama aktifnya dengan peran murid. Guru selaku pembimbing.
Sistem penyampaian menggunakan sistem pengajaran unit, baik pengalaman (experience) atau pelajaran (subject matter unit). Peran guru sama aktifnya dengan peran murid. Guru selaku pembimbing.
b)
Segala sesuatu yang dipelajari anak merupakan unit
yang bertalian erat, bukan fakta yang terlepas satu sama lain.
c)
Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern
tentang belajar, murid dihadapkan kepada masalah yang berarti dalam kehidupan
mereka.
d)
Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara
sekolah dengan masyarakat.
e)
Aktifitas anak-anak meningkat karena dirangsang untuk
berpikir sendiri dan berkerja sendiri, atau kerjasama dengan kelompok.
f)
Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat, kesanggupan
dan kematangan murid.
Di samping itu kurikulum ini juga
mempunyai beberapa kelemahan yang diantaranya ialah:
a)
Guru belum siap untuk melaksanakan kurikulum ini.
b)
Organisasin kurang sitematis
c)
Tugas-tuganya memberatkan guru.
d)
Tidak memungkinkan ujian umum, sebab tidak ada
unformitas di sekolah-sekolah satu sama lain.
e)
Siswa dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan
kurikulum.
f)
Sarana dan prasarana yang kurang memadai.
Adapun dalam
bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi :
a) Kurikulum
inti (core curriculum)
Kurikulum ini bertujuan untuk
mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan
belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar.
Ciri yang membedakan kurikulum inti,
yaitu: Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial, unsur universalitas
dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan pada masyarakat.
Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial. Karakteristik yang
dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah : Kurikulum ini direncanakan secara
berkelanjutan (continue), selalu berkaitan dan direncanakan secara
terus-menerus. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari
pengalaman yang saling berkaitan. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar
masalah atau problema yang dihadapi secara aktual. Isi kurikulum cenderung
mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun sosial. Isi
kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini
sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial
dan pengalam pribadi.
Manfaat kurikulum inti adalah:
Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat Kurikulum ini sesuai
dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar. Kurikulum ini memungkinkan
hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat. Kurikulum ini sesuai
dengan paham demokrasi. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat.
b) Kurikulum
yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi kehidupan (social functions
and persistens situations).
Dalam
pengembangan kurikulum ini di dasarkan pada lingkungan social anak didik,
sehingga pelajaran yang di peroleh memiliki fungsi dan makna bagi
kehidupan sehari-hari dan tidak terpisah dengan kondisi masyarakat.
c) Kurikulum
yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman (experience and activity
curriculum)
Kurikulum ini dikenal juga dengan
sebutan activity curriculum. Mengutamakan kegiatan-kegiatan atau
pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas
dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi
kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima
(passive). Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah: Belajar dapat
terjadi dengan proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia
dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atau
minatnya. Belajar merupakan transaksi aktif. Belajar secara aktif memerlukan
kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan
memenuhi kebutuhan pribadinya.
Strategi
pelaksanaan kurikulum adalah cara-cara yang harus ditempuh untuk melaksanakan
suatu kurikulum sekolah, yang meliputi: pelaksanaan pengajaran/ pembelajaran,
penilaian, bimbingan dan penyuluhan, dan pengaturan kegiatan sekolah secara
keseluruhan. Strategi pelaksanaan kurikulum merupakan bagian yang termasuk
dalam bidang garap pengembang kurikulum. Dengan strategi pelaksanaan kurikulum
ini, maka para pelaksana (kepala sekolah dan guru) mempunyai pedoman kerja yang
pasti, sesuai dengan ketentuan kurikulum yang dijalankan, sehingga kemungkinan
pencapaian tujuan pendidikan menjadi semakin besar.
a.
Pelaksanaan Pengajaran
Kalau di
ingat kurikulum adalah suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan. Dalam interaksi
pendidikan, pelaksanaan pengajaran merupakan hal yang sangat penting. Dari
pelaksanaan pengajaran inilah hasil suatu proses pembelajaran (belajar dan
mengajar) dinilai berhasil atau tidak. Di antara hal yang termasuk dalam
pelaksanaan pembelajaran adalah pemilih-an metode dan alat/ media pendidikan
yang digunakan.
Sebagai contoh, dalam pelajaran
Bahasa Indonesia terdapat materi berpidato. Karena berpidato merupakan sebuah
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, maka metode yang tepat adalah
demonstrasi (praktik pidato). Bukan sekedar mempelajari teori pidato.
Pengetahuan tentang konsep, prosedur, dan strategi pidato memang diperlukan,
tetapi tidak cukup berhenti di situ. Melainkan harus berlanjut sampai pada praktik
berpidato. Selanjutnya agar pembelajaran lebih menggairahkan, maka diperlukan
media audio-visual. Dengan cara ini, siswa dapat menginspirasi model bagaimana
orang dapat berpidato dengan baik. Namun, pemilihan media audio-visual
(rekaman) ini cocok bagi sekolah yang memiliki fasilitas itu. Bagi
sekolah yang tidak mempunyai fasilitas audio-visual, maka guru harus mencari
media lain atau strategi lain yang sesuai. Misalnya, dengan menugasi anak untuk
mencermati kegiatan pidato pada siaran televisi atau radio di rumah.
Strategi
pelaksanaan pengajaran umumnya dalam bentuk tatap muka di kelas, yang dilakukan
guru berdasarkan perencanaan pembelajaran yang disusun sebelum-nya. Dalam
berbagai perkembangan kurikulum di Indonesia rencana pembelajaran ini
dikenal dengan istilah-istilah Model Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan
Pelajaran (Satpel), atau dalam KTSP dikenal dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Dalam rencana pembelajaran itu dicantumkan
komponen-komponen tujuan/ kompetensi, kegiatan pembelajaran, bahan pelajaran,
metode/ alat/media, dan evaluasinya. Rencana pembelajaran ini disusun untuk
kepentingan guru dalam mengajar.
Strategi pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem
modul. Modul disusun dalam bentuk satuan-satuan pelajaran. Modul ini
disusun untuk murid. Dengan modul diharapkan murid dapat belajar sendiri
berdasarkan petunjuk-petunjuk yang dicantumkan. Karena harus memberikan
kemungkinan murid belajar sendiri, maka modul disusun dengan uraian dan jabaran
yang lengkap. Strategi pelaksanaan pengajaran lain adalah Paket Belajar. Untuk
pelajar disiapkan paket-paket pelajaran yang berisi satuan-satuan
pelajaran lengkap dengan alat evaluasi dan umpan baliknya. Strategi ini juga
memberikan peluang siswa belajar sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di
perguruan tinggi dalam program belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).
b. Pendekatan
Keterampilan Proses
Keterampilan
proses sudah kita kenal semenjak Kurikulum 1984. Hingga saat ini pendekatan
tersebut masih sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan dan pelaksanaan
kurikulum. Pendekatan keterampilan proses menekankan terlaksananya komunikasi
dua arah. Komunikasi dua arah mengindikasikan adanya peran serta aktif pada
diri guru dan murid. Dalam proses pembelajaran murid terlibat secara fisik dan
mental, sehingga apa yang diperoleh siswa dapat lebih mendalam. Melalui
keterampilan proses, siswa didorong untuk mendapatkan informasi (ilmu),
mengelola, mempergunakan, dan mengomunikasikannya.
Dalam hal ini, siswa tidak hanya
mempelajari isi pelajaran, tetapi juga belajar bagaimana belajar (learning how
to learn). Keterampilan “mendapatkan” pengetahuan itulah yang sangat
ditekan-kan pada pendekatan keterampilan proses. Penerapan pendekatan itu
diawali dengan kegiatan pemanasan, yakni mengarahkan siswa pada pokok persoalan
yang akan dipelajari. Misalnya dengan mengulas pelajaran minggu lalu yang
terkait, meminta pendapat siswa, dsb. Kegiatan ini mengondisikan siswa untuk
siap dalam belajar, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Kegiatan
dilanjutkan dengan serangkaian aktivitas mengamati, menginterpretasikan,
meramalkan, menemukan konsep, merencanakan kegiatan lanjutan, melakukan
penelitian, dan mengomunikasikan hasil temuan. Tampaknya, langkah-langkah
pendekatan keterampilan proses sangat menekankan pada aktivitas akademik
belaka.
Nilai
akademik memang kental sekali, tetapi di tengah pelaksanaan proses belajar
sebetulnya terbangun juga sikap-sikap sosial melalui kerja sama antarsiswa
dalam kelompok dengan sikap sportif saling mendukung. Misalnya, untuk menemukan
suatu konsep anak harus melakukan serangkaian prosedur. Dalam prosedur ini bisa
jadi ada aktivitas yang berat bila dilakukan anak seorang diri. Untuk
mengatasinya, seorang siswa dapat bekerja sama dengan siswa lainnya. Namun,
kerja sama itu tetap harus dibangun berdasarkan tanggung jawab individu. Bukan
sekedar ikut secara kelompok, tetapi siswa tertentu boleh untuk tidak melakukan
apa-apa. Hal penting lainnya dalam keterampilan proses adalah
mengkomunikasikan hasil temuan. Melalui kegiatan ini siswa dilatih untuk mampu
menginformasikan temuannya secara lisan atau tulis.
1) Kegiatan
Kukurikuler
Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk lebih
menmperdalam dan menghayati materi pelajaran yang telah dipelajari dalam
kegiatan intrakurikuler di dalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan secara
individual atau kelompok. Dalam hal ini, hal yang perlu diperhatikan ialah
menghindari terjadinya pengulangan dan ketumpang-tindihan antara mata pelajaran
yang satu dengan mata pelajaran yang lain.
Selain itu, juga perlu dijaga agar
para siswa tidak ”overdosis” karena semua guru memberi tugas dalam waktu yang
bersamaan, sehingga siswa menanggung beban yang sangat berat. Oleh karena itu,
koordinasi dan kerja sama antarguru merupakan hal yang perlu dilakukan,
misalnya, melalui analisis pokok bahasan sejak awal dan merancang kegiatan
kokurikulernya.
Dari
pokok-pokok landasan pelaksanaan kegiatan kokurikuler, hal-hal yang harus
diperhatikan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan kokurikuler
ialah sebagai berikut:
a.
Kegiatan kokurikuler merupakan kegiatan yang berkaitan
langsung dengan kegiatan intrakurikuler. Tujuannya, untuk memberikan kesempatan
kepada siswa mendalami dan menghayati materi pelajaran.
b.
Tidak menimbulkan beban berlebihan bagi siswa.
c.
Tidak menimbulkan tambahan beban biaya yang
memberatkan siswa atau orang tua.
d.
Penanganan kegiatan kokurikuler dilakukan dengan
sistem administrasi yang teratur, pemantauan, dan penilaian
2) Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan
ekstrakurikuler dimaksudkan sebagai kegiatan yang diarahkan untuk memperluas
pengetahuan siswa, mengembangkan nilai-nilai atau sikap, dan menerap-kan secara
lebih lanjut pengetahuan yang telah dipelajari siswa dalam mata pelajaran
program inti dan pilihan. Walapun sama-sama dilaksanakan di luar jam pelajaran
di kelas, bila dibandingkan kokurikuler, kegiatan ekstrakurikuler ini lebih
menekankan pada kegiatan kelompok. Kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dengan
memperhatikan minat dan bakat siswa, serta kondisi lingkungan dan sosial
budaya. Pelaksanaannya ditangani oleh guru atau petugas lain yang ditunjuk.
Kegiatan keolah-ragaan seperti bola basket, bola voli, dan pencak silat,
dipilih sesuai dengan minat dan bakat siswa. Begitu pula dalam bidang penalaran
seperti jurnalistik dan kelompok ilmiah remaja. Juga, dalam bidang seni seperti
drama, lukis, dan tari. Keseluruhan bidang ini merupakan wahana untuk
memperluas wawasan, serta membangun nilai dan sikap positif siswa.
c. Kegiatan
Kokurikuler dan Ekstrakurikuler
Dalam
pelaksanaan pendidikan di sekolah dikenal adanya tiga kegiatan pokok, yaitu
kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Ketiganya merupakan
satu kesatuan utuh yang tak terpisahkan dalam upaya mencapai tujuan pendidikan
secara keseluruhan pada suatu sekolah. Kegiatan intrakurikuler merupakan
kegiatan utama persekolahan yang dilakukan dengan menggunakan jatah waktu yang
telah ditentukan dalam struktur program. Kagiatan ini dilakukan guru dan siswa
dalam jam-jam pelajaran tiap hari. Kegiatan intrakurikuler ini dilakukan untuk
mencapai tujuan minimal setiap mata pelajaran, baik yang tergolong program inti
ataupun program khusus.
Strategi pelaksanaan pengajaran umumnya
dalam bentuk tatap muka di kelas, yang dilakukan guru berdasarkan perencanaan
pembelajaran yang disusun sebelum-nya. Dalam berbagai perkembangan kurikulum di
Indonesia rencana pembelajaran ini dikenal dengan istilah-istilah Model
Satuan Pelajaran (MSP atau SP), Satuan Pelajaran (Satpel), atau dalam KTSP
dikenal dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Dalam rencana
pembelajaran itu dicantumkan komponen-komponen tujuan/ kompetensi, kegiatan
pembelajaran, bahan pelajaran, metode/ alat/media, dan evaluasinya. Rencana
pembelajaran ini disusun untuk kepentingan guru dalam mengajar.
Strategi
pelaksanaan pengajaran lainnya adalah sistem modul. Modul disusun dalam bentuk
satuan-satuan pelajaran. Modul ini disusun untuk murid. Dengan modul
diharapkan murid dapat belajar sendiri berdasarkan petunjuk-petunjuk yang
dicantumkan. Karena harus memberikan kemungkinan murid belajar sendiri, maka
modul disusun dengan uraian dan jabaran yang lengkap. Strategi pelaksanaan
pengajaran lain adalah Paket Belajar. Untuk pelajar disiapkan paket-paket
pelajaran yang berisi satuan-satuan pelajaran lengkap dengan alat
evaluasi dan umpan baliknya. Strategi ini juga memberikan peluang siswa belajar
sendiri. Paket Belajar juga dikembangkan di perguruan tinggi dalam program
belajar jarak jauh (PBJJ atau PJJ).
C.
Pola
Instruksional
1. Defenisi Pola instruksional
Metode
pembelajaran adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam proses
belajar, pembelajaran memiliki dua unsur penting yakni siswa dan guru. Bagi
siswa metode pembelajaran sangat penting dalam menentukan prestasi dan
pengembangan potensi pribadi. Guru memiliki peranan penting dalam menerapkan
metode pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Quantum learning sebagai salah satu metode belajar dapat memadukan antara
berbagai sugesti positif dan interaksinya dengan lingkungan yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang
menyenangkan dapat menimbulkan motivasi pada diri seseorang sehingga secara
langsung dapat mempengaruhi proses belajar metode Quantum Learning dengan
teknik peta pikiran (mind mapping) memiliki manfaat yang sangat baik untuk
meningkatkan potensi akademis (prestasi belajar) maupun potensi kreatif yang
terdapat dalam diri siswa.
Tujuan
instruksional adalah target akhir yang diharapkan bisa dicapai oleh setiap
instruktur pendidikan atau para praktisi komunikasi lainnya setelah melakukan
suatu proses kegiatan instruksional. Tujuan ini berlaku baik bagi komunikator
maupun bagi sasaran (komunikan) meskipun sebenarnya yang akan diukur
keberhasilan-keberhasilannya adalah pihak sasaran. Bagi komunikator,
tujuan-tujuan ini setidaknya dapat dijadikan patokan kegiatan untuk pelaksanaan
instruksional sehingga proses kerjanya mempunyai arah yang jelas. Sedangkan
bagi sasaran, rumusan tujuan ini bisa dijadikan target tentang kemampuan yang
dimilikinya setelah melewati proses instruksional. Dan memang rumusan tujuan
instruksional ini dikhususkan untuk kepentingan sasaran, untuk melihat apakah
sasaran telah memiliki kemampuan yang sesuai dengan pola tujuan ini atau belum,
baik kemampuan yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotor.
Tujuan
instruksional sebenarnya masih dibedakan antara yang umum dan yang khusus. Yang
pertama rumusannya lebih luas daripada yang kedua, dan karenanya ia kurang
operasional. Tujuan instruksional umum disingkat TIU, sedangkan tujuan
instruksional khusus disingkat TIK. Baik TIU maupun TIK keduanya merupakan
patokan harapan setiap instruktur dalam melakukan tugasnya membelajarkan
sasaran. Inilah yang tempaknya akan berkembang menjadi satuan rumusan berdasarkan
sasaran (tujuan) yang harus dicapai oleh setiap anggota sasaran (komunikan),
dan rumusannya disebut sasaran belajar. (Tentang sasaran belajar ini bisa
dibaca di tempat lain karena ia mempunyai ciri-cirinya yang agak berbeda dengan
pola rumusan tujuan instruksional). Terdapat beberapa sifat yang harus dimiliki
oleh setiap tujuan instruksional, terutam TIK, yang antara lain sebagai
berikut.
a)
Tujuan harus menggambarkan kemampuan tertentu yang
diharapkan bakal tercapai oleh sasaran dan harus bersifat obervable dan
measurable (dapat diamati dan dapat diukur), baik dalam bidang kognitif,
afektif, maupun psikomotornya.
b)
Tujuan hendaknya menyebutkan bidang pengalaman
tertentu yang harus dikuasai oleh sasaran setelah berlangsungnya tindakan
instruksional.
c)
Tujuan harus jelas dan tidak boleh terlalu banyak yang
hendak dicapainya, misalnya cukup tergambarkan dalam sebuah kalimat yang
menggunakan satu kata kerja aktif saja.
d)
Tujuan harus bersifat operasional, artinya tidak
abstrak.
e)
Tujuan harus mempunyai kegunaan bagi banyak orang.
Tujuan-tujuan yang tidak bermanfaat tidak perlu dirumuskan dalam kegiatan instruksional.
Berikut adalah beberapa contoh rumusan tujuan
instruksional dengan penggunaan kata kerja yang bersifat operasional dan dapat
diukur.
Terdapat dua fungsi utama dalam
teknologi instruksional di dalam prosesnya menuju pencapaian tujuan-tujuannya,
yaitu fungsi manajemen instruksional dan fungsi pengembangan instruksional.
Fungsi pengembangan instruksional merupakan hal yang berhubungan dengan proses
dalam menganalisis masalah, termasuk merancang, melaksanakan, dan menilai usaha
pemecahan masalah. Fungsi-fungsi ini meliputi riset-riset teori, desain,
produksi, seleksi, evaluasi, logistik, dan pemanfaatan atau penyebaran.
Sedangkan fungsi yang berkaitan dengan proses mengarahkan atau mengoordinasi
(atau mengelola) salah satu atau beberapa dari fungsi tersebut di atas termasuk
ke dalam fungsi manajemen instruksional. Fungsi-fungsi ini meliputi pengelolaan
organisasi dan pengelolaan personel. Baik fungsi manajemen instruksional maupun
fungsi pengembangan instruksional semuanya mengacu kepada komponen-komponen
sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan
lingkungan, dan digunakan dalam rangka memproses pembelajaran sasaran.
Rumusan tujuan instruksional beranjak
dari kerangka sistem yang lebih besar, yaitu tujuan nasional, baru kemudian
tujuan tersebut tersebar ke dalam tujuan-tujuan pada kerangka sistem yang lebih
kecil seperti tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional dan tujuan instruksional.
Hubungan antara tujuan-tujuan tesebut bersifat subordinasi. Artinya, tujuan
instruksional harus sejalan, mengacu, dan bedasar pada tujuan kurikuler,
seterusnya tujuan-tujuan kurikuler harus sesuai dengan tujuan kelembagaan
(institusional), akhirnya semua tujuan yang ada harus mengacu dan mendukung
tujuan pendidikan nasional dan tujuan nasional. Subordinasi artinya hubungan
bertingkat, jadi semua tujuan yang lebih kecil lingkupnya harus sesuai dengan
dan mendukung tujuan-tujuan yang lebih luas, yang untuk Indonesia berakhir pada
tujuan nasional, atau untuk bidang pendidikan adalah tujuan pendidikan
nasional. Tujuan pendidikan nasional adalah yang tercantum dalam rumusan GBHN
(Garis-Garis Besar Haluan Negara), Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
dan Undang-Undang Dasar 1945. Konsep ini telah disinggung di bagian lalu,
tetapi disini ditulis lagi untuk kepentingan penjelasan
Prinsip berarti hubungan fungsional
antara konsep-konsep. Mempelajari prinsip berarti memplajari pula
konsep-konsep. Konsep di sini maksudnya adalah gambaran kesimpulan yang ada
pada pikiran seseorang tentang objek atau benda, baik objek yang nyata maupun
objek yang abstrak (teoretis). Sebuah konsep tentang kambing, misalnya, bisa
bermacam arti yang dikesankan, bergantung pada konteks yang digunakannya serta
pada arti denotatif atau arti konotatifnya.
Strategi instruksional adalah
pendekatan menyeluruh atas proses belajar dan mengajar dalam sistem
instruksional. Ia merupakan perencanaan penuh perhitungan yang
kemungkinan-kemungkinan kegiatannya bakal ditempuh dalam pelaksanaannya nanti,
dirinci dengan saksama. Upaya-upaya atau kegiatan lanjut dari strategi ini
adalah metode, teknik, dan taktik. Ketiga istilah terakhir ini mempunyai arti
penjabaran yang lebih operasional daripada strategi, bahkan dapat dikatakan
metode, teknik, dan taktik merupakan kelanjutan kegiatan strategi secara
operasional, langsung, dan praktis. Akan tetapi, apabila ditelusuri lagi,
ketiga istilah ini masing-masing bisa mempunyai arti yang tidak sejalan,
artinya tidak berada pada kerangka sistem yang berhubungan secara subordinatif.
Metode bisa merupakan penjabaran dari
strategi karena upaya untuk mencapai tujuan-tujuan strategi bisa ditempuh
dengan berbagai metode. Metode itu bisa terjadi cukup luas, terutama jika
dilihat segi operasionalisasinya seperti misalnya ada metode ceramah, metode
diskusi, dan metode-metode komunikasi sejenisnya. Namun, teknik dan apalagi
taktik mempunyai pengertian yang lebih sempit lagi karena ia merupakan bagian
langsung dari metode. Artinya, pelaksanaan suatu metode bisa ditempuh dengan
berbagai teknik. Metode mengajar berkuliah, misalnya, bisa dilakukan dengan
bermacam teknik yang cocok untuk situasi dan kondisi tertentu. Pengertian
taktik lebih sempit lagi daripada beberapa istilah terdahulu. Ia merupakan
istilah yang sebenarnya jarang digunakan dalam dunia instruksional. Dalam
konteks umum, taktik terkadang mempunyai konotasi negatif meskipun tidak selalu
demikian. Taktik banyak dikaitkan dengan kelihaian, atau bahkan kelicikan, akal
budi seseorang untuk mengakali orang lain supaya ia bisa mendapat keuntungan
dari akalnya tadi. Taktik biasanya sulit dipelajari secara teknis karena ia
lebih banyak berkaitan dengan kepintaran akal seseorang pada suatu situasi.
Beberapa metode yang serig digunakan
dalam kegiatan atau lebih khususnya dalam strategi instruksional antara lain
adalah metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode seminar,
metode simulasi, metode laboratorium, dan metode kuliah lapangan. Di antara
semua metode tersebut tidak dapat dikatakan mana yang lebih unggul atau bahwa
metode tertentu lebih baik untuk semua kondisi daripada yang lainnya sebab
masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Pada situasi
tertentu metode ceramah barangkali akan lebih baik daripada metode-metode
lainnya, juga sebaliknya. Di sinilah letak tentang pentingnya pemilihan
strategi bagi seorang komunikator pendidikan, dan khususnya pemilihan metode
yang akan digunakan pada situasi dan kondisi yang sedang dihadapinya. Masalah
metode instruksional tidak kami bahasa lebih panjang lagi berhubung dengan
terbatasnya halaman. Pembaca yang budiman dipersilakan membaca lebih lanjut
dalam buku yang khusus membicarakan masalah strategi instruksional, termasuk
masalah metode, teknik, dan taktik yang dibahas di dalamnya.
Strategi artinya suatu perencanaan
menyeluruh atas semua aspek kegiatan dengan rincian pelaksanaan yang runtut
sehingga diharapkan dapat menjamin kelancaran dan keberhasilan kegiatan
tersebut. Meskipun sebenarnya tidak ada jaminan sesungguhnya tentang
keberhasilan yang diharapkannya itu, namun setidaknya akan lebih baik hasilnya
dibandingkan dengan kegiatan yang tanpa perencanaan dan strategi. Adapun metode
merupakan bagian dari strategi, artinya suatu teknik atau cara yang runtut
untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau kegiatan yang sudah direncanakan dalam
strategi tadi.
Dalam program pendidikan pengguna,
misalnya, strategi artinya suatu perencanaan menyeluruh atas pelaksanaan
kegiatan pendidikan pengguna perpustakaan dengan runtutan kegiatan yang jelas.
Untuk melaksanakan strategi pendidikan pengguna ini dilakukan dengan metode
kegiatan, yang antara lain dilakukan dengan metode pengajaran dalam program
pendidikan pengguna. Karena program pendidikan pengguna juga sebagai program
belajar dan mengajar antara pustakawan dan pengguna pada umumnya dalam hal
pemanfaatan segala informasi dan sumber-sumber informasi di perpustakaan, maka
metode pengajarannya mirip dengan metode pengajaran yang dilakukan di dunia
pendidikan pada umumnya. Metode pengajaran ini melibatkan berbagai media yang
digunakan dalam program pendidikan pengguna, dan namanya media pengajaran.
Dari banyaknya metode pengajaran dan
juga media pengajaran yang bisa digunakan dalam pelaksanaan kegiatan program
pendidikan pengguna perpustakaan, maka pustakawan tidak perlu menggunakan
semuanya sekaligus atau asal pilih. Penetapan metode dan media yang digunakan
hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat pelaksaan kegiatan pendidikan
pengguna perpustakaan ini dilaksanakan. Tak ada satu metode dan media pun yang
secara umum lebih unggul dan bisa digunakan di segala situasi dan kondisi. Yang
ada hanyalah bahwa media dan metode pengajaran tertentu lebih sesuai atau lebih
cocok jika digunakan pada situasi dan kondisi tertentu pula.
Konsep tentang teknologi
instruksional, seperti sudah diuraikan pada bagian yang lalu, merupakan satu
pengertian yang utuh tentang proses dalam pengelolaan belajar dan mengajar,
yang didalamnya melibatkan berbagai komponen dan aspek-aspek lain yang
mendukungnya seperti orang, bahan, atau pesan. Berbagai komponen dan aspek lain
yang saling berkaitan tadi membentuk suatu hubungan yang bersifat sistemik dan
fungsional. Hubungan-hubungan tersebut saling mengikat antara yang satu dengan
yang lainnya, membentuk suatu keteraturan yang relatif menetap, dan itu
dinamakan prinsip, prinsip dalam teknologi instruksional. Sedikitnya ada tiga
prinsip yang dikenal dalam teknologi instruksional, yakni: prinsip lebih menekankan
kepada sasaran:
a)
prinsip pendekatan sistem
b)
prinsip pemanfaatan seluas mungkin sumber-sumber
informasi edukatif (komponen sistem instruksional): yang meliputi sumber
informasi tercetak, terekam, analog, digital, koleksi pada situs-situs internet.
2. Pola isntruksional
A. Pola Instruksional Tradisional
Pembelajaran
tradisional pada umumnya guru mempunyai kedudukan sebagai satu-satunya sumber
belajar dalam sistem instruksional. Guru memegang kontrol dan kendali
sepenuhnya dalam menetapkan isi dan metode belajar, bahkan kadang-kadang juga
dalam menilai kemajuan belajar mahasiswa. Pola instruksional ini dapat disebut
dengan diagram.
Tujuan
–>penetapan isi–> dosen–> mahasiswa
metode
metode
B.
Pola Instruksional dengan
Sumber Belajar Berupa Orang Dibantu
Sumber
Lain.
Kecenderungan
standarisasi masukan pada dasarnya beranggapan bahwa adanya standar tersebut
mempunyai nilai ekonomis, di samping juga dapat memperbaiki kontrol atas proses
kegiatan. Nilai ekonomis yang diperoleh dengan adanya standar masukan, misalnya
atas buku teks, satu bentuk dan desain gedung serta fasilitas sekolah, satu
bentuk papan tulis dan lain-lain sumber.
Perkembangan
teknologi mula-mula dengan ciri instrumentasi sebagai perpanjangan anggota
badan manusia mengubah orientasi, mengubah teknik, dan juga mengubah situasi
belajar. Dalam situasi inilah maka dalam pola instruksional terdapat sub
komponen baru yaitu alat yang dipakai oleh guru sebagai sarana untuk membantu
pelaksanaan kegiatan. Pola instruksional yang memanfaatkan sumber belajar lain
disamping guru.
Tujuan–>penetapan
isi–> dosen–> mahasiswa
Metode dengan media
Metode dengan media
C.
Pola Instruksional dengan
Sumber Belajar Berupa Orang (Guru) Bekerja Sama Dengan Sumber Belajar Lain.
Makin
majunya ilmu dan cakrawala manusia mengakibatkan tiap generasi penerus harus
belajar lebih banyak untuk menjadi manusia terdidik. Agar sistem pendidikan
secara efektif, maka tidak memadai apabila dipakai sumber belajar yang berupa
guru, buku, alat audio visual, dan lain-lain. Mulai dirasakan perlu adanya cara
baru dalam mengkomunikasikan segala pengetahuan dan pesan baik
secara verbal maupun non verbal. Alat tidak lagi merupakan hasil pengetahuan manusia, tetapi juga sarana untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan ketrampilan khusus, di samping untuk mengembangkan terus pengetahuan, ketrampilan, dan teknik baru. Di samping itu mulai disadari bahwa standarisasi pada masukan belum dapat menjamin hasil yang baik, kiranya diperlukan adanya standarisasi dalam proses dengan jalan lebih memprogram proses itu sendiri. Dalam hubungan ini sumber belajar tertentu khusus dipersiapkan untuk dapat dipakai oleh peserta didik dalam kegiatan instruksional secara langsung. Sumber ini lazim berupa media yang dipersiapkan secara khusus oleh kelompok guru- media yang berinteraksi dengan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui media. Guru dan guru media ini saling berinteraksi dengan peserta didik berdasarkan satu tanggung jawab bersama. Pola instruksional yang demikian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
secara verbal maupun non verbal. Alat tidak lagi merupakan hasil pengetahuan manusia, tetapi juga sarana untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan ketrampilan khusus, di samping untuk mengembangkan terus pengetahuan, ketrampilan, dan teknik baru. Di samping itu mulai disadari bahwa standarisasi pada masukan belum dapat menjamin hasil yang baik, kiranya diperlukan adanya standarisasi dalam proses dengan jalan lebih memprogram proses itu sendiri. Dalam hubungan ini sumber belajar tertentu khusus dipersiapkan untuk dapat dipakai oleh peserta didik dalam kegiatan instruksional secara langsung. Sumber ini lazim berupa media yang dipersiapkan secara khusus oleh kelompok guru- media yang berinteraksi dengan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui media. Guru dan guru media ini saling berinteraksi dengan peserta didik berdasarkan satu tanggung jawab bersama. Pola instruksional yang demikian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tujuan–>penetapan
isi–> dosen–> mahasiswa
Metode media
Metode media
Pola
Instruksional dimana terdapat tanggung jawab bersama antara guru dan sumber
lain.
D. Pola Instruksional dengan Belajar Mandiri
Meningkatnya kebutuhan baik secara kuantitatif maupun
secara kualitatif, semakin dirasakan terbatasnya sumber belajar yang berupa
guru. Di samping meningkatnya tuntutan profesional terhadap guru, juga
berkembangnya lapangan kerja baru yang memberikan jaminan hidup yang lebih
baik, akan membatasi jumlah guru yang baik. Memperbanyak guru yang baik tidak
mungkin dapat dilaksanakan secara fisik, tetapi
masih dimungkinkan memperbanyak karyanya berupa berbagai media
instruksional.
Guru yang baik dapat ditugaskan untuk mempersiapkan
bahan pembelajaran yang lengkap secara sistematis dan terprogram dalam bentuk
modul atau paket untuk keperluan belajar mandiri lainnya. Apabila peserta didik
sudah mempunyai disiplin yang tinggi, latar belakang pengalaman cukup luas dan
pola berpikir sudah lebih matang, maka interaksi langsung antar peserta didik
dengan media yang dipersiapkan oleh guru ahli, dapat berjalan tanpa intervensi
guru kelas.
Dengan demikian kehadiran guru dapat sepenuhnya
digantikan oleh sumber belajar yang diciptakannya. Media semacam ini disebut
guru-media. Pola instruksional ini dapat digambarkan sebagai berikut.
E. Pola instruksional quantum learning
Quantum
learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan
seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat
belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik
yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah
populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik
yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan
bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait
dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi
Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria.
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).
Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia).
Prinsipnya
adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan
setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan
sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat
menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh.
Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Prinsip
suggestology hampir mirip dengan proses accelerated learning,
pemercepatan belajar: yakni, proses belajar yang memungkinkan siswa belajar
dengan kecepatan yang mengesankan, dengan upaya yang normal, dan dibarengi
kegembiraan. Suasana belajar yang efektif diciptakan melalui campuran antara
lain unsur-unsur hiburan, permainan, cara berpikir positif, dan emosi yang
sehat.
“Quantum
learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP),
yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini
meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk
menciptakan jalinan pengertian siswa dan guru. Para pendidik dengan pengetahuan
NLP mengetahui bagaimana menggunakan bahasa yang positif untuk meningkatkan
tindakan-tindakan posistif – faktor penting untuk merangsang fungsi otak yang
paling efektif. Semua ini dapat pula menunjukkan dan menciptakan gaya belajar
terbaik dari setiap orang (Bobby De Porter dan Hernacki, 1992)
Beberapa hal
yang penting dicatat dalam quantum learning adalah sebagai berikut. Para
siswa dikenali tentang “kekuatan pikiran” yang tak terbatas. Ditegaskan bahwa
otak manusia mempunyai potensi yang sama dengan yang dimilliki oleh Albert
Einstein. Selain itu, dipaparkan tentang bukti fisik dan ilmiah yang memerikan
bagaimana proses otak itu bekerja. Melalui hasil penelitian Global Learning,
dikenalkan bahwa proses belajar itu mirip bekerjanya otak seorang anak 6-7
tahun yang seperti spons menyerap berbagai fakta, sifat-sifat fisik, dan
kerumitan bahasa yang kacau dengan “cara yang menyenangkan dan bebas stres”.
Bagaimana faktor-faktor umpan balik dan rangsangan dari lingkungan telah
menciptakan kondisi yang sempurna untuk belajar apa saja. Hal ini menegaskan
bahwa kegagalan, dalam belajar, bukan merupakan rintangan. Keyakinan untuk
terus berusaha merupakan alat pendamping dan pendorong bagi keberhasilan dalam
proses belajar. Setiap keberhasilan perlu diakhiri dengan “kegembiraan dan
tepukan.”
Berdasarkan
penjelasan mengenai apa dan bagaimana unsur-unsur dan struktur otak manusia
bekerja, dibuat model pembelajaran yang dapat mendorong peningkatan kecerdasan
linguistik, matematika, visual/spasial, kinestetik/perasa, musikal,
interpersonal, intarpersonal, dan intuisi. Bagaimana mengembangkan fungsi motor
sensorik (melalui kontak langsung dengan lingkungan), sistem emosional-kognitif
(melalui bermain, meniru, dan pembacaan cerita), dan kecerdasan yang lebih
tinggi (melalui perawatan yang benar dan pengondisian emosional yang sehat).
Bagaimana memanfaatkan cara berpikir dua belahan otak “kiri dan kanan”.
Proses
berpikir otak kiri (yang bersifat logis, sekuensial, linear dan rasional),
misalnya, dikenakan dengan proses pembelajaran melalui tugas-tugas teratur yang
bersifat ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan
detil dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Proses berpikir otak kanan (yang
bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik), dikenakan dengan proses
pembelajaran yang terkait dengan pengetahuan nonverbal (seperti perasaan dan
emosi), kesadaran akan perasaan tertentu (merasakan kehadiran orang atau suatu
benda), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan
warna, kreatifitas dan visualisasi.
Semua itu,
pada akhirnya, tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi
positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini
bila digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong
emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan,
lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri.
Dari proses
inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah
menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif
dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan
apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya
terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep
belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar,
mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar,
membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Dalam kaitan itu pula, antara lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.
Dalam kaitan itu pula, antara lain, quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Dengan mengatur lingkungan belajar demikian rupa, para pelajar diharapkan mendapat langkah pertama yang efektif untuk mengatur pengalaman belajar.
Penataan
lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro.
Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja
dan berkreasi). Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan
desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam
menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan
orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran
umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan
perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja,
kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah
menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai
mendorong siswa untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar
dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak
bekerja serta akhirnya konsentrasi siswa.
Lingkungan
makro ialah “dunia yang luas.” Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang
belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan
kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang
diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir
mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari
informasi baru,” tulis Porter. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif
dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat
pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi. Selain itu,
berinteraksi dengan masyarakat juga berarti mengambil peluang-peluang yang akan
datang, dan menciptakan peluang jika tidak ada, dengan catatan terlibat aktif
di dalam tiap proses interaksi tersebut (untuk belajar lebih banyak mengenai
sesuatu). Pada akhirnya, interaksi ini diperlukan untuk mengenalkan siswa
kepada kesiapan diri dalam melakukan perubahan. Mereka tidak boleh terbenam
dengan situasi status quo yang diciptakan di dalam lingkungan mikro.
Mereka diminta untuk melebarkan lingkungan belajar ke arah sesuatu yang baru.
Pengalaman mendapatkan sesuatu yang baru akan memperluas “zona aman, nyaman dan
merasa dihargai” dari siswa.
Quantum
merupakan interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Quantum Learning
merupakan seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk
semua umur. Quantum learning berakar dari uapaya Dr. Georgi Lozanov, seorang
psikolog yang berupaya mengembangkan prinsip yang disebut “suggestology” atau
“suggestopedia. Menurutnya sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar
dan setiap detil keadaan apapun memberikan sugesti positif atau negative (Bobbi
de Porter, 1999: 14).
Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada
lingkungan tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti
positif, maka akan baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya
jika lingkungan tersebut memberikan sugesti positif maka akan buruk dampak nya
bagi proses dan hasil belajar. Lingkungan belajar yang baik akan memberikan
kekuatan AMBAK (apa manfaatnya bagiku) dalam diri siswa. Jika siswa memiliki
kekuatan tersebut, maka siswa akan termotivasi untuk melakukan kegiatan
Motivasi
merupakan kekuatan atau daya. Motivasi merupakan suatu keadaan yang kompleks
dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke arah tujuan tertentu,
baik disadari maupun tidak disadari (Makmun, 2000: 37).
Motivasi dapat
muncul karena adanya sugesti positif dari siswa sebagai akibat dari lingkungan
belajar yang menyenangkan. Suasana dan keadaan ruangan kelas menunjukkan arena
belajar yang dapat mempengaruhi emosi sehingga sugesti-sugesti tersebut menjadi
cahaya yang mampu menjadi lokomotif yang dapat membangkitkan energi belajar.
Sebagaimana rumus fisika yang terkenal dengan rumus kuantum E = mc2 , energi
merupakan masa kali kecepatan cahaya kuadrat.Tubuh secara fisik dapat diartikan
sebagai materi Agar menghasilkan banyak energi cahaya, maka siswa berusaha
menjalin interaksi, hubungan dan inspirasi (Nandang Hidayat , 2004).
Quantum
Learning Memadukan Suggestology, neuroligistik (NLP) dan mempercepatan belajar
dengan teori. Neuroligistik (NLP), yaitu suatu penelitian yang mengkaji
bagaimana otak mengatur informasi yang ada. Adanya hubungan antara keterlibatan
emosi, memori jangka panjang dan belajar. Neuorolinguistik dapat digunakan
untuk menciptakan jalinan pengertian diantara siswa dan guru (Bobbi de Porter
dan Hernacki, 1999:14).
Neuro-Linguistik
Programming (NLP), berbicara mengenai bagaimana cara pengendalian fisiologis
bisa mempengaruhi atau mengendalikan emosi dan otak. Tinggi rendahnya kemampuan
fisiologis ini tergantung pada tinggi atau rendahnya tingkat kesehatan tubuh.
Secara sederhana NLP berperan melalui pengendalian fisiologis yang baik dapat
meningkatkan atau mengembangkan pola pikir yang lebih baik. Pola pikir yang
membuat perilaku seseorang sehari-hari menjadi kompetitif, mampu mencapai hasil
kerja yang luar biasa dan pada akhirnya akan membuat seseorang mencapai
kehidupan yang lebih baik dan bernilai (Taufik Bahaudin, 1999:332).
Daniel
Goleman menjelaskan, seseorang dalam menjalani kehidupan dan belajar bukan saja
melibatkan IQ tetapi juga melibatkan emosi Suasana dan pikiran, kekuatan
emosi), bekerja sama dalam pikiran dan rasional, mengaktifkan atau
menonaktifkan pikiran sehingga dapat menuntun keputusan seseorang setiap waktu.
IQ tidak dapat bekerja pada puncaknya jika tidak ada keterlibatan emosional
(Bobbi de Porter dkk,2000:22)
Perpaduan
quantum learning lainnya adalah pemercepatan belajar (accelerated learning),
merupakan seperangkat metode dan teknik pembelajaran yang memungkinkan anak
didik dan kecepatan yang mengesankan, tetapi melalui upaya normal dengan penuh
keceriaan. Belajar quantum menyatukan permainan. Hiburan, cara berfikir dan
bersikap positif. Kebugaran fisik dan kesehatan emosional yang terpelihara dan
dikemas secara sinergis dalam aktivitas pembelajaran mendorong terjadinya
pemercepatan belajar (Nandang Hidayat.2004).
Berdasarkan uraian pengertian quantum learning dapat ditarik kesimpulan bahwa quantum learning adalah suatu metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan inteksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan otak dapat menciptakan sebuah interaksi yang baik dalam proses belajar yang akhirnya dapat menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar.
Berikut ini disajikan contoh peta pikiran (mind mapping) yang dapat bermanfaat untuk semua kegiatan. (Tony Buzan, 2004).
Berdasarkan uraian pengertian quantum learning dapat ditarik kesimpulan bahwa quantum learning adalah suatu metode belajar yang memadukan antara berbagai sugesti positif dan inteksinya dengan lingkungan yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar seseorang. Lingkungan belajar yang menyenangkan serta munculnya emosi sebagai keterlibatan otak dapat menciptakan sebuah interaksi yang baik dalam proses belajar yang akhirnya dapat menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang sehingga secara langsung dapat mempengaruhi proses belajar.
Berikut ini disajikan contoh peta pikiran (mind mapping) yang dapat bermanfaat untuk semua kegiatan. (Tony Buzan, 2004).
3.
Model Pengembangan
Instruksional
Adalah
cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan dan mengevaluasi
seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Twelker, 1972)
1.
Model Pengembangan Instruksional : Model Briggs
a)
Mau Kemana?
b)
Identifikasi masalah/ tujuan,
rumusan tujuan, penyusunan materi/ silabus, analisis tujuan
c)
Dengan Apa?
d)
Analisis tujuan, jenjang
belajar dan strategi instuksional, rancangan instuksional
e)
Bilamana Sampai?
f)
Penyusunan tes, evaluasi
belajar (formatif, sumatif)
2.
Model Instructional Design by Kemp
Terdiri dari 8 langkah:
a.
Menentukan TIU dan pokok bahasa
b.
Menganalisa karakteristik
peserta didik
c.
Menentukan TIK
d.
Menentukan materi/ bahan
e.
Menentukan pre-test
f.
Menentukan strategi
g.
Mengkoordinasi sarana penunjang
h.
Mengevaluasi
3. Model
Instructional Development Institute (IDI)
Terdiri
dari 3 tahap besar:
a.
Define (pembatasan):
1)
identifikasi masalah
2)
analisis latar belakang
3)
pengelolaan organisasi
b. Develop (pengembangan):
1)
identifikasi tujuan
2)
penentuan metode
3)
penyusunan prototipe
c. Evaluate (penilaian):
1)
uji coba prototipe
2)
analisis hasil
3)
pelaksanaan
Langkah-Langkah
Pengembangan Instruksional (Modifikasi Model IDI)
1.
Tahap identifikasi
a.
analisis kebutuhan
b.
analisis karakteristik peserta
didik
2. Tahap pengembangan
a.
perumusan tujuan instruksional
b.
analisis tugas dan jenjang
belajar
c.
strategi instruksional
d.
pengembangan prototipe
3. Tahap evaluasi
a.
uji coba
b.
review dan revisi
c.
implementasi
d.
evaluasi
Tahap
Identifikasi:
a. Analisa Kebutuhan
b. Analisis karakteristik peserta didik: memperoleh gambaran:
1)
tingkat kemampuan awal
2)
hal-hal yang pernah mereka
alami/ pengalaman
3)
tingkat kemahiran/ pengetahuan/
istilah-istilah
4)
media yang cocok bagi mereka
5)
hal-hal yang perlu diperhatikan
untuk melayani kebutuhan
khusus
6)
latar belakang sosial budaya
Analisis
karakteristik dimaksudkan sebagai sarana mendapat petunjuk-petunjuk praktis
untuk menyesuaikan:
1.
isi ajaran dan tingkat
kedalaman/ luasnya pembahasan
2.
urutan dan cara penyajian
(termasuk penentuan media)
3.
jenis kegiatan belajar
Perbandingan
Beberapa Model Pengembangan Instruksional:
1.
Perbedaan: Istilah yang dipakai,
urutan, dan kelengkapan
langkah
2.
Persamaan:
Mengandung tiga kategori kegiatan pokok yaitu:
Mengandung tiga kategori kegiatan pokok yaitu:
a.
penentuan masalah
b.
analisis dan pengembangan
pemecahan masalah
c.
evaluasi sistem
Kesemuanya
dihubungkan dengan sistem umpan balik
1. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (mind
mapping) terhadap Prestasi Belajar Siswa
Prestasi
belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat mencerminkan hasil keberhasilan
belajar siswa terhadap tujuan belajar yang telah ditetapkan. Hasil belajar
siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan
psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes yang dapat melihat pencapaian hasil
belajar sisiwa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar. Tes prestasi
belajar yang dilaksanakan oleh siswa memiliki peranan penting, baik bagi guru
ataupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi guru, tes prestasi belajar dapat
mencerminkan sejauh mana materi pelajaran dalam proses belajar dapat diikuti
dan diserap oleh siswa sebagai tujuan instruksional. Bagi siswa tes prestasi
belajar bermanfaat untuk mengetahui sebagai mana kelemahan-kelemahannya dalam
mengikuti pelajaran.
Mind
mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik mencatat tinggi.
Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa dapat diingat dengan
bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan yang tidak monoton
karena mind mapping memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan saling
berkaian satu sama lain. Sehngga akan terjadi keseimbangan kerja kedua belahan
otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol, citra, musik dan
lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak kanan.
Pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang memusatkan kegiatan belajar pada guru.
Siswa hanya duduk, menengarkan dan menerima informasi. Cara penerimaan
informasi akan kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat,
walaupun ada proses penguatan yang berupa pembuatan catatan, siswa membuat catatan
dalam bentuk catatan yang monoton dan linear.
Penggunaan
metode pembelajaran yan sesuai sangat menentukan keberhasilan belajar siswa.
Dengan metode pembelajaran yang yang sesuai siswa dapat mencapai prestasi
belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan dalam
dirinya. Metode quantum learning adalah metode yang sangat tepat untuk
pencapian hasil belajar yang diinginkan dan untuk pengembangan potensi siswa.
proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di dalam dirinya, emosi
dapat mempngaruhi pencapaian hasil belajar apakah hasilnya baik atau buruk.
Metode pembelajaran kuantum berusaha menggabungkan kedua belahan otak yakni
otak kiri yang berhubungan dengan hal yang bersifat logis (seperti belajar) dan
otak kanan yang berhubungan dengan keterampilan (aktivitas kreatif).
Salah satu
teknik mencatat yang dikembangkan dalam metode pembelajaran kuantum adalah
teknik pemetaan (mind mapping). Dengan digunakannya mind mapping maka akan
terjadi keseimbangan kerja kedua belahan otak. Dengan adanya teknik mind
mapping atau pemetaan pikiran diduga prestasi siswa akan meningkat.
2. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) terhadap kreativitas (sikap kreatif siswa).
2. Pengaruh Metode Quantum Learning dengan Teknik Peta Pikiran (Mind Mapping) terhadap kreativitas (sikap kreatif siswa).
Kreativitas
adalah segala potensi yang terdapat dalam setiap diri individu yang meliputi
ide-ide atau gagasan-gagasan yan dapat dipadukan dan dikembangkan sehingga data
menciptakan suatu produk yang baru dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya.
Kreativitas muncul karena adanya motivasi yang kuat dari diri individu yang
bersangkutan. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan melalui serangkaian
tahapan yang memerlukan waktu relatif lama. Secara efektif individu kreatif
memiliki ciri rasa ingin tahu yan besar, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk
yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat
kesalahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru
Mind
mapping dapat menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada ,
sehingga mnimbulkan adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. dengan
penggunaan warna dan simbol –simbol yang menari akan menciptakan suatu hasil
pemetaan pikiran yang baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu
produk kreatif yang dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar
Siswa
cenderung membuat catatan dalam bentuk linier dan panjang sehingga siswa
mengalami kesulitan dalam mencari pokok ataupun point-point materi pelajaran
yang telah dipelajari. Dalam metode konvensional siswa tidak banyak terlibat baik
dari segi berfikir dan bertindak. Siswa hanya menerima informasi yang telah
diberikan oleh guru tanpa adanya keterlibatan kegiatan psikomotoriknya.
Sistem
limbic pada otak manusia memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan
pengaturan informasi (memori) dari memori jangka pendek menjadi memori jangka
panjang secara tepat.
Dalam proses belajar, siswa meginginkan materi pelajaran yang diterima
menjadi memori jangka panjang sehingga ketika materi tersebut diperlukan
kembali siswa dapat mengingatnya. Belahan neocortex juga memiliki peranan
penting dalam penguatan memori. Belahan otak kiri yang berkaitan dengan
kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian (aktivitas kademik). Belahan otak
kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut sebagai
aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara bersamaan
maka informasi (memori) yang diterima dapat bertahan menjadi memori jangka
panjang. Mind mapping merupakan teknik mencatat yang memadukan kedua belahan
otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran yang dimiliki siswa dapat
dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind Mapping mewujudkan harapan
siswa untuk memori jangka panjang. Materi pelajaran yang dibuat dalam bentuk
peta pikiran akan mempermudah sistem limbic memproses informasi dan
memasukkannya menjad memori jangka panjang.
Keuntungan lain penggunaan catatan mind mapping yaitu membiasakan siswa
untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat menciptakan suatu
produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Hal lain yang
berkaitan dengan sistim imbik yaitu peranaannya sebagai pengatur emosi seperti
marah, senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi sangat diperlukan untuk
menciptakan motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang tinggi dapat menambah
kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak ragu dan malu serta mau
mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya terutama potensi yang
berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran yang terdapat dalam
pembelajaran kuantum adalah salah satu produk kreatif bentuk sederhana yang
dapat dikembangkan. Dengan teknik mencatat pemetaan pikiran diduga
kreatifitas(sikap kreatif) siswa akan meningkat.
Kini kita sampai pada pembuatan satuan acara instruksional sebagai
persiapan untuk suatu kegiatan instruksional, baik itu kuliah, mengajar,
ceramah, ataupun tindakan komunikasi kepada sekelompok sasaran. Persiapan itu
kita susun ke dalam suatu pola yang dinamakan Satuan Acara Instruksional (SAI)
atau Satuan Acara Pembelajaran (SAP), bergantung pada konteks mana pola itu
diperuntukkan. Di sekolah dikenal SAP, juga di perguruan tinggi. Namun, untuk
konteks instruksional yang lebih luas kami menyebutnya dengan SAI.
Manfaat SAI atau SAP yang terpenting ialah sebagai bahan pedoman bagi
seorang komunikator, yakni guru, instruktur, penyuluh lapangan, penatar, atau
para praktisi komunikasi lainnya dalam melakukan kegiatannya mengkomunikasikan
ide atau gagasannya kepada sasaran. Pola SAI-SAP ini juga bisa dibuat untuk
satu paket program lengkap selama beberapa kali waktu pertemuan ataupun hanya
untuk satu kali penampilan saja. Pada kegiatan instruksional di sekolah dan di
perguruan tinggi, pola ini bisa dibuat secara lengkap, misalnya untuk satu mata
pelajaran atau mata kuliah selama satu semester. Namun, untuk kegiatan
komunikasi instruksional lainnya seperti misalnya penataran, penyuluhan, atau
ceramah pola pembuatannya bisa disesuaikan dengan luasnya bidang garapan, ruang
lingkupnya, dan alokasi waktu yang tersedia. Bisa setengah jam, satu jam, dua jam,
atau beberapa jam yang dilaksanakan dalam sekali, dua kali, atau beberapa kali
penampilan, misalnya.
Secara ringkas pembuatan SAI-SAP bisa menganut berbagai cara, baik berupa
topik-topik yang diuraikan maupun berupa kolom-kolom yang perlu diisi dengan item
yang disediakan. Pada umumnya butir-butir yang termuat dalam rencana program
SAI-SAP terdiri dari kolom bidang ilmu, subbidang ilmu, topik atau pokok
bahasan, sasaran, TIU, TIK, pokok-pokok materi, media yang digunakan, waktu
yang tersedia, evaluasi, dan kolom untuk sumber bacaan. Butir-butir tersebut
tidak mutlak harus seperti itu; ada juga orang yang menambahkan beberapa kolom
lagi untuk kegiatan bidang tertentu sesuai dengan rincian yang ditetapkannya.
C.
Pengabilan Keputusan Tentang Pendidikan
Menurut heinich (1970),aplikasi
pendidikan tidak hanya secara langsung berpengaruh terhadap keputusan yang
diambil mengenai proses pendidikan.aplikasi itu membawa dampak pada yang
memetuskan isi yang diajarkan ,pemilihan isi serta tingkat standarisasinya,kuantitas
dan kulitas yang disediakan ,siapa yang merancang sumber belajar dan
bagaimana memproduksi sumber belajar
itu,siapa dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran ,serta berinteraksi dengan
sipembelajar.
1. Penetapan isi
Teknologi pendidikan mengalihkan penetapan isi pada
tingkat perencanaan dan penentuan
kurikulum .hal ini berarti menggeser sebahagian
besar penetapan isi dari tangan para instruktur perorangan,dan
sebahagian kecil dari tangan kondidi kurikulum wilayah.
2. Standarisasi dan pilihan
“Salah satu kecendrungan kuat di masa yang akan datang
adalah gerakan umum kearah standarisasi “hal ini mulai terbukti meskipun tidak secepat yang yang
diperkirakan.dengan makin meningkatnya
pemanfaatan program media,makin banyaknya lembaga yang mulai menawarkan
program pembelajaran yang sama.
3. Rancangan pembelajaran
Orang yang melaksanakan kegiatan merancang serta
teknik yang dipergunakan akan mengalami perubahan dengan adanya pembelajaran
yang bermedia.kegiatan merancang pembelajaran dilakukan oleh seseorang yang
menggunakan metode perencanaan
pembelajaran yang tradisional dimana buku teks menjadi sumber yang
utama.
4.
Produksi
bahan pembelajaran
Pembelajaran yang bermedia akan mengubah pula
orang-orang yang melaksanakan kegiatan produksi serta teknik maupun kualitas produksi
mereka.
5.
Evaluasi
pembelajaran
Dalam pembelajaran yang tradisioanal,evaluasi
pembelajaran dan bukannya penilaian terhadap siswa sering kali merupakan fungsi yang terabaikan.dalam
teknologi pendidikan khususnya program media ,fungsi evaluasi menduduki peran utama. Evaluasi pembelajaran dilakukan
baik pada tahap pengembangan maupun tahap pemanfaatannya dalam menentukan efektifitas dalam
mengidentifikasi bagian yamg memerlukan
penyempurnaan.
6.
Pengukuran
belajar
Dengan pembelajaran bermedia teknil mengukur prestasi
siswa menjadi bagian dari pembelajaran
,tes bukan merupakan tambahan melainkan bagian integral dari pembelajaran
7.
Peranan
guru dan system sekolah
System sekolah akan berhadapan dengan berbagai
altenatif kelembagaan
yang memberikan kemungkinan terjadinya belajar, guru akan berhadapan denganpara
ahli yamg melaksanakn peranan tradisional guru dalam menentukan isi,merancang
dan memproduksi pembelajaran interaksi dengan dan pengukuran siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar